Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Wednesday 23 December 2015

Fana (sementara)

Kamu tau rasanya?
Rasanya kalo kita mau meninggalkan suatu tempat yang
 sudah sangat familiar bagi kita?
Apa yang kira-kira akan kamu lakukan bila itu terjadi?
Akankah kamu memutar ulang semua kenangan demi
 kenangan yang kamu miliki tentang tempat tersebut
 hingga saat terakhir kamu di tempat tersebut?
Atau, sebaliknya? Kamu justru akan memutar ulang
semua kemungkinan demi kemungkinan yang
 mungkin terjadi di tempat baru mu nantinya?
Harapan-harapan itu.
Akankah kamu menjadi seseorang yang semakin
menghargai semua apa yang masih kamu miliki sekarang?
Atau, sebaliknya? Kamu akan menjadi seseorang yang
 semakin merasa bahwa ini semua worthless 'tak
berharga'? Untuk apa masih diperjuangkan?

FYI(For your information), I'm in that position right now.
Aku sedang ada dalam posisi bahwa segala sesuatu yang
 aku miliki sekarang mungkin akan aku tinggalkan, tidak
 dalam waktu lama, bahkan mungkin dalam waktu dekat.
Bahwa mungkin, orang yang ada di hadapanku sekarang,
 kamu, ya kamu, mungkin sudah tidak akan aku temui
lagi dalam waktu dekat.
Entah kenapa, rasanya malah seperti orang mau
meninggal ya? Haha
Padahal enggak juga. Tapi, aku memang merasakan
beberapa kemiripan.

Tapi, aku memang baru sadar sesuatu.
Bahwa dalam hidup ini, gak usah lah jadi orang itu yang
gak fleksibel. Statis.
' Hidup itu harus selalu progresif '
Bahwa adakalanya hidup ini gak akan berjalan sesuai
dengan apa yang kita rasa nyaman dan kita inginkan.
Bahwa dalam hidup ini ada sekian banyak kemungkinan,
dan cara untuk mencapai suatu tujuan yang kamu
inginkan, itu gak harus lewat jalan tol aja.
Mungkin, kamu akan lewat jalan tembusan dengan
dipandu oleh navigasi. Jalanmu mungkin berkelok-kelok,
tapi kamu selalu tahu bahwa ujung dari jalan yang kamu
tempuh ini memang menuju pada tujuan awal yang sudah
kamu tentukan.
Atau bahkan, kamu mungkin akan tersesat. Dan kamu
tahu apa yang terjadi? Hidup tidaklah semudah perjalanan
 Bandung-Surabaya. Bila kamu tersesat, dalam hidup,
hampir selalu tidak ada kesempatan untuk kembali ke
waktu yang sebelumnya. Apa yang sudah terjadi hanya
bisa kita jadikan pelajaran untuk terus maju. There is no 
turning back, button like 'undo', in life.
' Hidup itu harus progresif '

Jadi, jangan pernah beranggapan bahwa lingkungan tempat
 kamu berada sekarang adalah lingkungan paling baik
bagimu untuk mengembangkan diri, selamanya.
Jangan pernah berpikir bahwa kekayaan dan harta yang
kamu miliki adalah kenikmatan yang tiada bandingannya.
Jangan pernah berpikir bahwa ibadah yang kamu lakukan
sekarang sudahlah pada titik maksimalnya.
Jangan pernah berpikir bahwa dia, ya dia, adalah orang
terbaik bagimu dan tidak ada orang yang lebih baik darinya.

Jawabannya, hanya Tuhan yang tahu. Hidup ini hanyalah kefanaan semata.
' Hidup ini harus progresif '
Share:

Friday 4 December 2015

Exposed

Keterbukaan informasi untuk pengetahuan di hari
 ini bisa dibilang sudah sangatlah baik, terkadang
malah kelewat baik. Dengan akses internet, misal
 lewat MbahGoogle, ataupun dengan cara yang
lain, pengetahuan yang ingin kita ketahui seolah
hanya berjarak beberapa ketikan jari saja.
Sekarang ini, saya sedang sedikit tergugah untuk
 berpikir lebih dalam. Apakah itu hal yang baik?

That women over there just now, dia sedang mengutak-atik smartphone nya,
 entah sedang bermedsos ria, atau sedang berseluncur(surfing) di internet
mencari apa yang menarik baginya. Anak kecil yang dulu, yang kulihat
sedang duduk di pinggir jalan sambil bermain dengan menggunakan tab 
 yang ia miliki, entah apa yang sedang dilakukannya. Yang jelas ia tampak
 percaya diri dan memilih untuk pergi meninggalkan kumpulan teman SD
nya yang lain. Ada lagi, temanku yang memiliki pemikiran yang menurutku
 'unik'. Sepenglihatanku, ia adalah orang yang sangat rutin mengecek tab
nya. Dulu, seingatku dia sangat suka membaca berita. Tapi sayangnya aku
juga tidak tahu apa yang ia suka untuk baca. But, he has grown to become 
so different, it seems to me that he likes to give satire comments to people,
 giving pressure to people with his comment. Menurut tebakanku, hal ini
ada korelasinya dengan kebiasaannya untuk exploring the internet. Things
 like 9gag, atau mungkin karikatur-karikatur sindiran, atau entah.
 Keterbukaan informasi mampu membuat seseorang untuk mencari lebih
dalam sesuatu yang menurutnya sangat menarik tanpa menyadari --dan
tanpa disadarkan-- apakah yang ia cari itu sesuatu yang baik, atau sesuatu
 yang buruk. 

Itulah, internet memberikan informasi yang sebagian besar
bisa didapat tanpa filter. Saat kita menelusuri internet untuk
 mendalami suatu hal, yang ada hanyalah hal-hal yang kita
 cari saja. Sulit untuk mendapatkan fasilitas mengenai
apakah hal tersebut adalah hal yang baik atau buruk.
Informasi dipaparkan seolah-olah everything is true. 
Because it is on the internet, it is normal. Bahwa
kepemilikan akan pengetahuan mengenai suatu hal yang di
 internet itu tidaklah berdosa, bahasa lainnya, "It was on the
 internet! Am I wrong to have read it?" 

Apa ya, my point is, internet makes it normal to 
open things that's abnormal. Kita akan
menyanggah, enggak kok ini ada di internet, dan
 saat aku menemukannya ga ada apapun dan
siapapun yang mengatakan bahwa ini adalah hal
 yang salah. Berarti ini hal yang normal kan
untuk diketahui?

Just like him back then, it was the internet who introduced him to the things that he didn't
 even realize will make his life abnormal. Things that he thought was normal, since his 
friends were all doing the same thing, opening the same sites. He had no vision, he never 
expected -- as he was never warned by anyone --, that the things that he opened that day, 
would make him suffer so much. That it'd make him question, "If a life like this is 
abnormal, then what kind of life is normal? Define it to me, what is normal?"

Itulah, sometimes, some things are not meant for us to open yet. An early 
exposure to the things that we don't have any perspective on it yet, will 
often make us tremble. It asks us to stand on a perspective about that 
things. And sometimes, when we don't have any previous perspective, like
 parental guidance, or religion, anything, we just considered it to be
 normal if it doesn't harm us at the time we know it. By normal, I mean, 
we don't judge it as a bad thing, but we also can't define it as a good 
thing, we just take that knowledge with a zero perspective. It isn't a good
 thing, but it also isn't a bad thing.

Disitulah biasanya banyak orang terjebak.  

Because you know, sometimes what we need is just an initial perspective on anything. It's hard to stay at the middle. We have to try to take a leap of faith and judge it right away so that we know what to do about it. 

Makanya, belajar agama dong -___-" 
Share:

Thursday 26 November 2015

Satu kotak

di dalam hati untuk kenangan-kenangan itu.
Ia masih tersimpan.

"... , and I just found out that she's special. But, it's just like that, she's a star, she's everyone's star. In my heart and mind, they, Freya and her, have a different place. Because to me, Freya is my star."

" ... Aku rela datang ke tempat les-lesan ketika udah nggak ada kelas les lagi karena sbmptn udah selesai, untuk sekadar menyelesaikan ukiran gypsum yang kubuat. Ukiran gypsum dengan pola yang sama persis seperti gambar di kertas yang dulu aku berikan kepadanya, langsung, tangan ke tangan.  Gambar yang memerlukan waktu 1 tahun sebelum aku mulai mengukirnya dan akhirnya memberikan hasil ukiran nya kepada Freya."

 " ... Dan aku senang karena akhirnya ukiran ku jadi, walaupun ada seperempat bagian yang retak karena waktu itu aku pernah menggunakan palu untuk mengukir. Dan sayangnya sekali ketok palu, gypsum nya langsung terbagi dua, wkwkkwkw."

" ... Dulu, aku benar-benar rela menghabiskan waktu ku untuk dia. Untuk sekadar melihat dia pulang."

Untuk mu,


masih tersimpan di dalam hati.
abaikan ini. Karena, ini hanyalah secuil usaha ku untuk benar-benar bisa hidup dengan kehidupanku yang sekarang, tanpa mu.
Sedikit gambar,

Black box pesawat: Tenang, hati ku ga menyimpan memori sebanyak dan sekuat black box kok, tapi, ya lumayanlah :)

Share:

Friday 20 November 2015

Maybe

Maybe, just maybe,
Everyone is meant to have a nightmare in their life.
A nightmare that keeps on following as a shadow.
A nightmare which is ready to prey on its owner,
whenever they feel weak.

Just as maybe, everyone is meant to fight that nightmare of theirs.
Just so people can rise and shine, they've got to find their own lullaby song in their life.
Just so people can part ways with the nightmare in their shadows.
Just to have a normal life.

But, just so you know? To me a normal life is abnormal.
Somebody help me! Nooooo
Poor hostage *kalo ada yang pernah maen virtua cop 2 pasti paham ini apaan. -- Ok, 2 baris terakhir oot

 Disini,

kebingungan
Share:

Friday 13 November 2015

Withdrawal Symptoms (2)

Entahlah, I feel sick of most of the things that I have to do for other people.
I just feel sick. Muak.

Apa mungkin memang karena aku terlalu sering sendiri dan ga mengurus orang lain jadinya aku merasa muak ketika aku tidak dipedulikan oleh orang lain?
Entahlah. 

Muak.
Serius.
 
Share:

Monday 9 November 2015

Jatuh cinta lah pada orang yang tepat, anakku.

Abi mu sudah merasakan, beberapa kali.
Jatuh cinta, atau dalam bahasa Abi, jatuh dinda.
Jatuh dinda berarti bahwa Abi mu men-dinda-kan seseorang,
menjadikan seseorang sebagai dinda bagi Abi.

Jatuh dinda masih lebih aman daripada jatuh cinta, anakku.
Karena untuk jatuh cinta, kamu bisa menemukan begitu banyak quotes,
lagu, semua yang mengenai cinta.
Tetapi untuk dinda, tidak anakku.
You'll rarely find any quotes about falling in crush. Everyone's just talking about love, not crush.
But I want you to know that having a crush doesn't mean that you love her.
It's different.

Bagi Abi, dinda bukanlah seseorang yang Abi cintai dengan sepenuh hati.
Dinda adalah seseorang yang Abi dambakan kehadirannya untuk ada di samping Abi.
Seseorang yang mampu menggantikan sekian banyak rasa.
Hanya dengan kehadirannya semata.

Menurut Abi, itu bukan cinta, anakku.
Cinta menuntut kerja, bukan hanya sekadar obsesi satu pihak saja, tetapi ada timbal-balik diantara keduanya.
Cinta menuntut komitmen dan keberanian.
Mencintai Allah dengan sepenuh hati, berarti terus berusaha untuk mendapatkan ridho-Nya, dan berani menyatakan bahwa kita mencintai-Nya, dan terus menjalankan syari'atnya.

Sedangkan dinda, apalah dinda.
Dinda hanyalah persinggahan semata, sesuatu yang fana.
Ia hanyalah pemberi warna dalam kehidupan, dengan latar belakang warna cinta untuk-Nya.
Dinda adalah sebuah fatamorgana yang indah.
Hiasan dari Allah untuk memperindah hidup kita.

Jadi, jatuh dinda lah pada orang yang tepat, anakku.
Jangan pernah jatuh cinta kepada selain-Nya melebihi cintamu kepada-Nya.
Jatuh dinda lah kepada mereka, itu tak apa-apa.
Karena cinta akan membutakanmu, sedangkan dinda tidak.

Jatuh dinda lah pada seseorang yang membuatmu semakin cinta kepada-Nya.
Jatuh dinda lah pada seseorang yang membuatmu menjadi menundukkan pandangan.
Jatuh dinda lah pada seseorang yang menjaga cintanya kepada-Nya.
Jatuh dinda lah pada seseorang yang menjaga diri nya dan diri mu, baik secara tampak atau tidak.

Berdo'alah agar kamu bisa jatuh dinda kepada orang yang tepat, anakku.
Abi akan turut mendo'akanmu, Aamiin.
Share:

Sunday 8 November 2015

Overcoming Loneliness .. Part 1



Kesepian – Awal dari Sebuah Romantika

                                                                                                 


Ketika kita sedang merasakan kesepian yang mendalam, apa yang mampu menenangkan kita – apa yang mungkin mampu menghilangkan perasaan tersebut? Sebenarnya, apa? Seringkali, rasanya seolah-olah tidak ada satu pun pelipur lara karena kesepian, yang ada adalah seolah-olah kita sedang berlari dari bayangan kita sendiri. Dari satu sisi, perumpamaan ini memang benar adanya. Tidak ada yang bisa lari dari masa-masa kesendirian. Kita selalu sendiri. Tetapi, ada cara untuk bisa keluar dari rasa kesepian.

Semua usaha kita untuk lari dari rasa kesepian sebenarnya secara mendasar bercacat/tidak tepat karena kita tidak mengerti sifat alamiah dari rasa kesepian itu sendiri. Ada sesuatu yang indah dalam kesepian Anda. Dan ketika Anda melihatnya, ketika Anda memahaminya, lalu belajar untuk bersenang-senang dan bersuka ria di dalamnya, itulah saat dimana ada sesuatu yang berubah di dalam diri Anda. Ketika rasa kesepian Anda menjadi rasa kesendirian – itulah kebebasan! Itulah saat dimana Anda benar-benar bisa mulai untuk mencintai.




Fragmentasi dan pencarian untuk keutuhan(diri)
-----------------------------------------------------------------------
*Fragmentasi : rasa seolah diri terpecah menjadi kepingan-kepingan yang lebih kecil.

Seperti yang pernah dikatakan oleh Osho – hal penting pertama adalah untuk mengakui kesendirian. Kesendirian adalah sesuatu yang alami pada diri kita; kita tidak akan pernah bisa untuk tidak sendiri. Kita lahir di dunia ini sendiri, dan kita meninggalkannya sendiri. Dan diantaranya pun, kita juga sendiri – tetapi kita dengan penuh kebingungan bersembunyi dari nya, lari dari nya, berpura-pura seolah-olah itu tidak benar.

Saya ingat pernah menganalisa sebuah lampiran test dalam sebuah kelas psikologi. Tes ini ditujukan untuk mengetahui seberapa merasa aman kah kita akan hubungan-hubungan kita. Salah satu pertanyaannya adalah, “Apakah kamu pernah merasa seolah-olah ingin untuk menjadi satu dengan orang lain secara keseluruhan?”

Ruang kelas pun langsung penuh dengan gelak tawa yang canggung dan ragu-ragu karena pertanyaan itu. “Betapa tak masuk akalnya!” komentar mereka. Tetapi aku diam saja. Sebuah kenangan masa lalu menghantamku, dan aku ingat aku merasakan kesepian begitu mendalam seperti itu, satu kali, dulu sekali. Atau mungkin rasa itu tidak pernah benar-benar meninggalkanku – rasa pengasingan yang sangat mendalam yang membuat satu-satunya jalan keluar darinya adalah dengan meleleh dan menjadi satu dengan orang lain.

Merasa begitu terpisah dari yang lain di tengah-tengah kerumunan orang yang makan siang, merasa sendiri ketika sedang duduk berdekatan dengan pacar; selalu melihat kehidupan hanya dari luarnya saja, seolah-olah kita tidak memiliki kendali akan hidup kita. Aku ingat saat itu aku melirik ke sekeliling pada murid-murid ku. Tampang pada wajah mereka – tampaknya banyak yang merasakan hal yang sama.

Rasa pengasingan ini adalah sebuah dilema universal dari eksistensi seorang manusia – tidak pernah merasa tentram, tidak pernah merasa sedang berada di ‘rumah’. Ini mendorong hampir semua yang kita lakukan. Rasa kesepian dan keterpisahan adalah sebuah bagian dari sifat intrinsik dan permanen dari ego kita.

Pada ajaran-ajaran non-duality, inti dari banyak agama dan filosofi, pesan yang disampaikan sederhana – kita adalah bagian dari sesuatu yang tak terhingga, selalu ada, kehidupan abadi Yang Esa. Kita semua terikat dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
*non-duality : bahwa semua yang ada dalam hidup ini berasal dari satu sumber, satu kekuatan. Bahwa semua nya hanya berbeda secara wujud, tetapi pada dasarnya semua adalah satu hal yang sama. Innalillahi wa inna ilaihi roji'uun.(sebenarnya ajaran Buddha sih)

Ego, kalau begitu, adalah ilusi universal, rasa ke-“aku” an yang berlebihan, dan akar dari semua kesendirian kita. Karena ketika kita merasa bahwa kita adalah sebuah “aku”, saat itu lah kita menciptakan “bukan-aku”, yang lain, apapun itu. Kita menjadi terpecah, terpisah dari eksistensi yang lain. Kita menjadi sebuah titik di dunia ini, yang dilupakan oleh Tuhan.

Rasa keterpisahan ini, bagi beberapa orang – mungkin orang-orang yang tidak bisa tertawa saat tes di ruang kelas psikologi – terasa nyata. Rasa ini muncul sebagai sebuah perasaan yang mendalam dan konstan akan suatu ketidakutuhan, ketidakcukupan.

Bagi yang lain, mereka yang tertawa saat tes, perasaan ini tidak secara sadar terasa. Mereka kekurangan sesuatu, tetapi mereka tidak tahu apa itu. Dan akhirnya mereka mencari, dan mengejar, dan berjuang, tetapi pada saat yang bersamaan mereka tidak tahu dengan apa rasa kekurangan itu mereka coba isi. Lebih banyak kepemilikan, lebih banyak hubungan dan seks, lebih banyak kedudukan, lebih banyak kekuasaan, lebih banyak pamor, lebih banyak, lebih banyak dan lebih banyak. Hampir semua dari usaha mereka berakar dari dorongan untuk keutuhan diri. Tetapi itu semua sia-sia – kita membuang energi kita kedalam sebuah jurang tak berdasar. Kenyataan bahwa kita mencoba mengisi kekurangan itu sendirilah yang menyebabkan kita merasa kurang.
.. (to be continued)
------------------
Post ini adalah terjemahan dari post yang sebelumnya, 
http://lokiarawarisan.blogspot.co.id/2014/08/loneliness-beginning-of-romance.html
dengan harapan agar semua pembaca bisa lebih memahami maksud dari post tersebut. Sumber aslinya didapat dari urbanmonk.net, yang sayangnya sudah ditutup karena kontrak website tersebut tidak diperpanjang oleh Albert, sang pemilik website.
Share:

Thursday 29 October 2015

Tentang Dia

Okay,
So, I think, we need to talk, Haw.
About what? 
Her.

Mm? What's it?
Recently, I just realized what's the real cause for this obession of ours. Can you guess what?
Seriously? Wow, well yeah actually that's a pretty serious matters for me. I mean, the last time I'm obsessed with a girl, it feels like I'm pretty much putting myself on a distance from her. So, you've discovered what the cause was?

Well, from that statement you made, I can clearly see what's happening. What we were doing was really putting ourselves at a distance from her. We see her as something which is fit to fill our emptiness, but we aren't really thinking about how she felt. We only see her that way, as something that fills our emptiness.
Whut what? How come that's your conclusion? I still did talk to her sometimes, y' know?
Yes, yes. We did it together, remember? How funny of you. But from this experience of ours, I think that we're only looking at her as a profile, as a figure to be always looked upon. Not as a human who might want to be friends with us. We put her at a distant range from us. We don't let ourselves get closer to her. We don't let ourselves see the human-ish side of her. We didn't see her flaws. I think that's why we're so obsessed.
So you think we actually need to get closer to her to stop being obsessed with her?
I dunno, but that's my point actually. We need to see her when she's in a good state, and when she's in a bad state. We need to understand more about her from a human perspective. A human who needs social contacts, friends, supports. We shouldn't have seen her as someone who's already complete, who doesn't need us at all. She might need us, you know? She isn't flawless. She did sometimes make mistakes, and sometimes she needs someone who understand and give her the support she needs.
You say that as if you've done that before, bro.
No, no. This's just another form of my regret for letting our last 'something' friendship turns into a desperate guy and her crush figure.
So you think that what we should've done is just forget that she's our crush, and instead we come to the sea of her life, and start swimming, and diving there? Rather than just seeing that ocean of hers from the sideroad?
Yeah, I think that's what I mean. We need to come close to her as someone who wants to help her by her side. I think that's much more gentle than just seeing from afar, you know?
But it's just that I think I'm not that useful enough for her, bro :( . I never thought that I'll be someone good enough to be by her side. I was still under that nightmare that I might hurt her later on if I were to get close to her. 

Yes, I can see what we're afraid of. But don't you think that life's just too short to let something which hasn't happened yet to overwhelm us?
Yeah, but is it okay for you to do something for other people? I mean, what'll we get from doing something for other people? For her?
Well, we'll surely get closer to her. We're gonna be able to see her right from her side, when she's taking a decision, or when she get scolded by her seniors(huehehe). I just don't like it, you know, when we like someone and then we just sit back and watch her struggling. It's enough. I want us to be real in helping her. 
So, I should try to get closer to her circle in order to support her from some other side? Instead of just being someone who's far of her reach?
Yep.
Without her knowing?
That's better.
Should we talk it out to our parents?
Yes. We need to have a more objective opinion.

Okay then, it's settled.
Yeah :)

See you, 'her'.

Haw2  
 -----------------
Karena, in the end, menurutku ini kembali kepada whether we're a gentleman or not.
Share:

The Importance of Taking Action

        Beberapa hari belakangan ini, aku belajar beberapa hal dari buku Dale Carnegie & Associates, Overcoming Worry and Stress. Salah satu ide/konsep yang aku dapatkan dan menurutku menarik, sekaligus bisa langsung diimplementasikan adalah mengenai Taking Action.

Teman yang baik untuk seorang pencemas, like me

        Dalam hidup ini, kita emang sering banget berhadapan ama kecemasan dan ketakutan akan ketidakberhasilan, kekecewaan yang mungkin akan kita hadapi, and so forth. Sebenarnya nggak cuman itu aja, Life has got so much to offer. Bahkan, aku aja pernah, habis dapet suatu keberhasilan malah jadi bingung dan gatau kenapa, cemas. Aku gak tau harus kuapain keberhasilan itu, bingung lah pokoknya. Tapi ya intinya, kecemasan itu akan sangat menguras energi kita, baik secara fisik, ataupun mental kek cem cem kepikiran terus. Apa sih yang harus dilakuin untuk bisa mengatasi, walaupun sedikit, kecemasan itu?

        Di buku ini, diajarkan suatu konsep: mengambil suatu tindakan. Tentunya, pertama analisis fakta-fakta tentang apa yang kita cemaskan tersebut, lalu kedua cari tau apakah itu kecemasan yang beralasan(mungkin terjadi atau tidak, misal dengan menanyakan opini orang lain tentang kondisi kita tsb.), ketiga semisal itu memang cukup mungkin untuk terjadi maka pikirkan situasi terburuk, lalu terakhir, cari cara untuk meminimalisasi situasi terburuk tsb.

        Nah, seringkali, kita cemas, lalu berharap dengan melakukan hal lain yang tidak berkaitan dengan kecemasan itu akan bisa membantu meringankan kecemasan. Things like playing games, watching movies, or anything. Well, this obviously won't happen. Tindakan yang membantu adalah tindakan yang meringankan terjadinya hal terburuk dari apa yang kita cemaskan. Entah itu mengurangi kemungkinan terjadinya hal terburuk tsb., atau membuat hal terburuk tersebut jadi lebih baik.

        Contoh kasus, misal kita punya penyakit yang kerap kambuh ketika kita terlalu capek. Maka, orang yang memilih tindakan pertama, tentunya akan mengurangi kesibukannya agar tidak terlalu capek, jadi kemungkinan capeknya akan semakin kecil. Sedangkan orang yang mengambil tindakan kedua, justru akan mengambil tindakan dimana yang dulunya dia kalau capek dia langsung pingsan/tepar, jadi sesuatu yang lebih ringan dari itu. Dia mencoba ke dokter untuk mencari cara mengurangi level penyakitnya itu, misal hanya jadi pusing saja, atau letih saja. Jadi, kondisi terburuknya setelah tindakan itu masih lebih baik daripada kondisi terburuk sebelum dia mengambil tindakan tsb..

        Taking actions, akan sangat membantu kita dalam mengurangi rasa cemas yang kita miliki. Mungkin setelah kita pertimbangkan, kalau kita mengurangi kesibukan kita, kita akan jarang berinteraksi dengan teman-teman kita, atau malah kita akan jadi terlalu banyak waktu luang dan justru muncul kecemasan lain karena waktu luang tsb. Di saat-saat seperti ini tentu kita akan mengalami keragu-raguan apakah tindakan ini yang sebaiknya kita ambil. Karena, sepertinya tindakan ini bukanlah pilihan yang begitu bagus. But, you know, it's okay. Just make the choice! Apakah hal buruk yang kita cemaskan tentang dampak dari tindakan kita itu akan terjadi di kemudian hari atau tidak, who cares? Yang penting adalah, kita udah mengambil sebuah keputusan, dan kita punya keyakinan bahwa tindakan kita itu memang benar akan mengurangi kecemasan kita sebelumnya.

        You know, terkadang sekelumit sugesti sudah cukup bagi seorang yang dilanda kecemasan untuk bisa mengatasi kecemasannya, apalagi bila sugesti itu muncul dari sebuah tindakan. So, just forget about what might happen from that decision of ours. Taking action is already a good decision, rather than doing nothing and keep thinking about that worries of ours, which just wastes our energy. Mungkin memang tindakan yang kita pilih bukanlah keputusan yang terbaik, but you know, everyone make mistake. So, as long as that decision of yours can help yourself, let's talk about the worries that follows for some other time :)

Okay?


---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Reference:
Carnegie, Dale. 2014. Overcoming Worry and Stress. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Share:

Friday 25 September 2015

Obsesi

       Untuk kali ketiganya dalam hidup ini aku merasakan obsesi akan sesosok makhluk ciptaan Allah. Pertama, waktu SMP. Kedua, waktu SMA, dan sekarang, yang ketiga, waktu kuliah. Alhamdulillah aku sudah cukup bisa melupakan rasa mendalam dari obsesi ku yang pertama dan kedua. Rasa itu sudah dengan cukup baik ku-transform 'ubah' menjadi sebuah rasa yang biasa -- sekadar rasa suka saja --, atau menjadi sebuah rasa peduli-karena-kita-teman. Untuk yang kali ketiga ini, aku belum bisa bertindak apa-apa. Sekarang aku akan mencoba bercerita tentang obsesi ku yang ketiga ini:

       Perasaan ini sudah bukan perasaan secuil bijih jagung. Ia sudah tumbuh sekitar 2 bulan. Dengan awal mula pertemuan yang biasa-biasa saja, tetapi entah mengapa aku bisa merasa bahwa aku nyaman memilih dia sebagai 'persinggahan sementara'-ku yang ke-3. Memang begitu menenangkan hati rasanya, melihat, bahkan sekadar tahu pun, bahwa dia ada. Hanya itu saja. Memang mulanya begitu, tetapi makin lama hati ini sebenarnya semakin tersiksa. Hati ini khawatir bahwa ia akan jatuh terlalu jauh, dan lupa akan makna hidup yang sebenarnya. Dan aku serius. Obsesi ku bisa menggeser apa yang awal mulanya sudah kucanangkan dengan mudah, tanpa perlu terlalu banyak cingcong, tiba-tiba aku sudah melakukan hal-hal yang dahulu biasa kulakukan dengan obsesiku yang sebelumnya.

       Obsesiku sebenarnya bukanlah sesuatu yang muncul karena dibuat-buat. Ia adalah sebuah rasa, ingat, rasa bukan hanya sekadar penilaian apakah dia cantik atau tidak. Ia sebuah rasa yang muncul karena aku begitu tergoda untuk mencari tahu sumber dari sinar pemancar kehangatan yang kurasakan. Begitulah akhirnya aku mulai melakukan apa yang dahulu juga kulakukan di balik layar. Tentunya aku hanya setolking-setolking sedikit lha yea. Misi utamanya sebenarnya aku tu pengen tau cara pikir dia gimana sih. Dia tipe orang yang kaya apa. Itu lah, dan dalam setolking, aku lebih suka menemukan tumpukan hasil tulisan daripada menemukan sekumpulan foto milik dia ataupun tentang dia. Karena foto tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai kepribadian dari orang yang difoto. Begitulah.

       Sampai sekarang, aku masih belum tahu bagaimana aku harus menghadapi dan menangani obsesi ini. Secara mendasar, memang ini adalah sifat yang kumiliki sedari dulu. Dan yang aku tahu adalah bila aku salah menangani rasa ini maka tentu arahnya biasanya kepada sesuatu yang tidak baik. Karena walaupun aku terobsesi akan dia tetapi aku juga tidak ingin obsesi ku ini mengganggu dirinya. Mungkin aku hanya akan menghadapinya dengan berdo'a lagi, semoga hati ini cukup kuat untuk menjaga agar kepala tetap menunduk saat bertemu dengan akhwat(kadang aku berharap aku bertemu dengan dia), mata tidak terus-menerus mencari keberadaannya dimana aku mungkin menemukannya, dan hati bisa tetap terjaga bersih istiqomah tidak mengalami pergeseran niat karena ingin bertemu dengannya. Aamiin.
Share:

Monday 7 September 2015

Belajar untuk Mengajar

       Well, of course tonight's reason for choosing this topic won't be so far from the fact that I am now a 2nd grade undergraduate. You know what that means? It means that now I have someone that look up to me. I have someone(or maybe many) that will know my name but I don't really recall who their names were, it's just too much :( From MSTEI(Muslim STEI) '15 guys for about 30-40 something, K*ndo guys for abt 20-30 something, and maybe soon Mata' guys dunno how many. Ya Allah, see how many that is? I even forgot some of the people that I already know in the previous week, my TPB friends, and it's a kinda confusing situation.

       But you know, what I really want to talk about today is the guys in K*ndo. In K*ndo ITB, the tradition of the population for each generation is quite strange, or totally unimaginable. From my generation, there were about 40 to 50 people at the list of people who registered to K*ndo. But soon, maybe only until UTS, or about 2 months later, the number drops to half. At the end of the semester, there were only 12 people who went to the grading examination. Finally, this year there's only about 7 persons staying. It's pretty tragic. Even more tragic looking at the sempais, the '13 guys who're still left standing is maybe only 4 persons. '12 only 1, or maybe 2. '11 only 1. :"

       I don't really know why that's happening. Sure, K*ndo ITB doesn't have any regeneration system which is pretty cool, systematic, and all. It's even far from cool. There's nothing that stop people who wants to leave K*ndo in ITB except their own will, or their friends. Including me, haha :D Had not I love sword and sword fighting so much, I'd have already left it, or even didn't join it in the first part.

       As for the reason for people to left K*ndo ITB.. Well, there's many to list, and let's just list it:

1) Not that many people can survive from ongoing and continuous exercise.
       Well, of course we know all too well that when 'mager' comes, there's almost nothing heavier than doing an exercise. Not to mention that with the flow of time, the hardship of K*ndo exercise will rise. From what's only known as an exercise without having to sweat becoming an exercise that tires us without us needing to sweat. Strange? Yeah, but that's true. Also, the needs to study more in lecture's lesson also arise. I think that's why many people can't survive well to the self-examination.

2) The traditions are good, but is not that good for Moslem.
       I won't bribe you readers with good words about its tradition, that's not my point. My point is that there's a lack of supportive community for Moslems who wants to join in the arena. It's not surprising because many of the seniors are Japanese-culture fan, me too. So, you know lha yea, one of the most interesting thing to mention about Japan. Hmm, what kind of man in this world who doesn't know about it? Well I'm sure there're many kind, but for man who lives in the diversity of ITB, and maybe already meet with so many different people in their (probably)famous senior high school and junior high school, it's quite strange for them not to know about it. So, well, I will be blunt to you that some of the sempais easily talk about it behind the stage(like after the routine exercise, eating together, or else) just as carefree as when they're talking about something else. Then, the people also likes to badmouth like mocking or in my city it's called misuh. Of course it's irritating and making the people who heard it feels as if it were normal. Because they happen too often. But, I think that's not healthy for both our mental state and for our long term way of thinking. Well, lastly it's about the shalat prayer. From my experience yesterday, having a journey from Jakarta to Bandung, the people are not that careful and paying attention to shalat that much. Well, we sometimes speak Alhamdulillah, istighfar, but somehow I rarely saw them have their shalat prayer. Except for the '11 sempai, it's pretty scarce to see the other do it.

       Sooo that's all, I think that's what I want to try to teach them. I wanna try to teach them to be consistent and istiqomah, to be attentive to their surroundings but still being able to filter between what's good and what's not, I wanna try to teach them that our surroundings very may have impact on our well being, or in my case, our state of iman, but still what's also important is how we can keep our Islamic values when facing these kind of condition. So, stay consistent, istiqomah, be attentive and have a good filter, hold dear to your values, Haw!

Trying to stay alive
source : http://wallpaper-download.net/wallpapers/3d-wallpapers-light-dark-wallpaper-35822.jpg

Share:

Thursday 13 August 2015

Dedikasi

Aku pengen cepet masuk himpunan ah, biar bisa cepet berkarya.
Aku pengen cepet kuliah ah, biar bisa mulai belajar tentang keteknikan dan keinsinyuran.
Aku pengen cepet kerja ah, biar bisa cepetan cari duit.
Aku pengen ikut kepanitiaan ah, biar bisa improving my soft skills.
Aku pengen ikut keorganisasian ah, biar bisa membangun link ke banyak orang. 
Aku pengen cepet liburan lagi ah, biar bisa nonton anime dan manga sepuas-puasnya.
etc.

Kalau aku pribadi sih, sebenarnya cuma pingin dapet kerjaan. Gak mau gabut. Pengen seolah-olah aku ni orang yang bermanfaat, bisa berkarya dan gak omong doang. Tapi sejauh ini.. ya itu. Pengen punya kerjaan.

Ya nggak sih? Ada yang ngerasa juga nggak?

Aku tu suka ngerasa iri sama orang-orang yang bisa menumpahkan sekian banyak waktunya untuk melakukan sesuatu, sampai pada suatu titik dimana mereka lupa makan, lupa istirahat, lupa keluarga(eh, ga bener ni). Ya intinya mereka-mereka yang nggak cuman 100% dalam usaha mereka untuk mewujudkan sesuatu, kadang lebih, pake bantuan usaha dari teman-teman yang dia punya. Aku pingin bisa jadi kaya mereka, orang-orang yang sudah menemukan sesuatu dalam hidupnya untuk fight for.

Seperti misal di Jepang, menurut sumber pemateri suatu acara yang pernah kuikuti, orang-orang Jepang tu para penelitinya kalau sudah menemukan sesuatu yang menarik untuk diteliti dan layak dikembangkan mereka rela lembur di setiap hari kerja hingga (seingat saya) jam 8 atau jam 9 malam. Daan, esoknya jam 7 pagi sudah ada di lab lagi untuk siap melanjutkan pekerjaan mereka hari sebelumnya. Entahlah, pulang hanya untuk makan tidur bangun mandi makan pamitan istri/suami, anak, terus udah ke lab lagi. Gile beuds ya. Seolah-olah itu adalah hidup mereka, dan mungkin bukan seolah-olah tapi memang itu adalah hidup mereka. I mean, not just materially but also as a fulfillment for them as a human being who needs purpose in their life. Berbeda lagi ama Korea. Mereka yang sudah dijajah Jepang sekian lama, banyak dari mereka yang begitu ingin untuk mengalahkan Jepang untuk masalah apapun, sampai-sampai mereka ingin bekerja selalu lebih banyak dari orang-orang Jepang. Jika peneliti Jepang mau berangkat jam 7 pagi dan pulang jam 8 atau 9 malam, orang Korea lebih ngambis lagi untuk sukses dengan rela pulang jam 10 malam dan berangkat pagi dengan jam yang sama dengan peneliti Jepang (seingat saya).

Bayangkan ya, yang satu bekerja untuk meneliti sesuatu yang they think it amuses them, yang satu bekerja untuk hal yang sama dengan motivasi tambahan, not gonna lose to their colonizer, Japan. Hebat lah, salut. Mereka benar-benar bekerja untuk sesuatu yang memang menurut mereka worth developing. 

Apa yang mau kugarisbawahi sebenarnya adalah bagaimana mereka rela mengorbankan sedemikian banyak waktu dan opportunity cost(kemungkinan-kemungkinan hal-hal lain yang bisa mereka dapatkan semisal ga melakukan penelitian itu) untuk penelitian itu. Menurut saya ini kembali lagi ke judul tadi,

D                e                 d                 i                 k                  a                    s                    i

Aku pengen bisa menemukan sesuatu yang worth it banget buat aku untuk mendedikasikan diri, waktu, dan fikiranku untuknya. Sesuatu yang mampu bikin aku lupa akan makan, minum, keluarga(selama bukan lupa sama Allah). Kalau orang-orang sih banyak ya hal yang untuk itu mereka rela mendedikasikan hidup mereka, seperti uang, keluarga(besok mau makan apa), passion, teman, kekayaan, posisi dan kedudukan, fame and recognition, gelar, cinta, dll.

Aku pengen di saat-saat luangku aku selalu bisa melakukan sesuatu yang menurutku able to fulfill my humanity needs for sense of purpose. Aku udah bosan di waktu luangku main games, buang-buang waktu, mikir sesuatu yang useless, dll. Aku berharap aku bisa menemukan satu hal itu.

Satu hal yang bisa membuatku gila dan mabok akan dia.



Trying to find my brightest candle so I can dedicate my life to it


Share:

Saturday 25 July 2015

Rena Elhasanah

Siswa kelas dua yang sangat cemerlang.
Di samping tingkah lakunya yang santun, ia dikenal sebagai siswa yang taat beribadah.
Dalam banyak kesempatan, ia menyempatkan diri shalat Dhuha dengan minta izin kepada guru saat jam belajar.
Ibunya sudah tiada
ayahnya kawin lagi di rantau orang dan tidak pulang-pulang.
Kini, ia tinggal dengan neneknya.
---
Cewek manis yang rambutnya sering berkepang dua itu benar-benar membuatnya mabuk kepayang.
---
Sebuah suara mengalir lembut dari arah belakangku,
Ia terlihat makin manis dengan rambut yang tergerai rapi sepinggang dan bersahaja dengan baju kaus putih oblong dan celana jean yang sedikit longgar.
ia memang manis dan cukup semampai.
tingginya sekitar empat sentimeter kurangnya dari tinggi badanku yang 169 sentimeter.
incaran Adi bermata teduh 
---
satu perempuan cemerlang berhati sabar ini.
dari matanya yang sejuk, tak ada rona kecewa dan sesal di wajahnya walau jalan hidupnya berat.
---
"Tapi, Rena merasa Uni Laura menjadi perempuan yang beruntung mendapatkan Uda," ucapnya pelan dengan wajah cemburu.
---
"Ada apa, Uda Rul?" sapanya hormat, tepat membelakangi dinding kelas.
"Eh, ini, Ren. Aku mau minta tolong. Begini.... Tapi, bisa, kan?"
"Iya. Selagi bisa, Rena usahakan. Apa itu?"
"Ini, aku mau titip ini ke Radio Alphabet. Bisa?"
"Apa ini?"
"Puisi Hati."
"Untuk siapa?" tanyanya selidik.
"Pokoknya aku minta tolong. Bisa, kan?"
"Iya. Tapi, bilang dulu, ini untuk siapa?" tanyanya merajuk.
"Rahasia, Ren. Please, bantu aku, ya?"
"Untuk Rena, ya?"
Aku tercekat dan diam saja.
"Iya, Uda?"
Terkejut juga aku ditanya seperti itu.
Dengan perasaan senang, ia menerima amplop putih yang berisi Puisi Hati itu. Lalu, masuk kelas dengan riang.
---
ia langsung bergegas menuju tempatku yang masih terpaku di gerbang sambil tersenyum manis.
Ia terlihat makin manis dengan rambut yang masih dikepang dua dan lebih terlihat bersahaja.
ia berhenti dan malu-malu.
Kedua pipinya merona dan tersenyum lagi dengan cerahnya.
---
wajahnya yang semula cerah berubah pucat dan malu.
Tanpa permisi, ia segera berlalu dengan tergesa-gesa.
---
salah satu siswi cemerlang yang masih kelas dua dan terkenal sangat taat dalam beribadah itu.
Tak pernah ia bicara panjang lebar di depan siapa pun selain ini.
---
Si manis bermata teduh
---
"... . Sebelum tenda biru ditegakkan, sebelum ijab kabul diucapkan, maka selalu ada usahaku untuk mendapatkan Rena Elhasanah, satu dari sekian perempuan langka itu. Karena apa, Rul? Karena, sampai sejauh ini, aku tak pernah merasa tersinggung oleh tutur bahasanya. Dan, ia sangat alim. Syarat-syarat istri shalilah ada padanya walau ia masih berumur delapan belas tahun. ...."
---
Dan, aku tahu ia jujur saat melihat seorang perempuan manis.
Rambut hitam tebalnya diatur dengan jepit rambut.
Ia terlihat manis dan sederhana
Ada sesuatu dalam matanya yang teduh.
Ada cinta mendalam di sana, lebih dalam dari samudra terdalam.
Ia segera mengalihkan pandangan.
---
Sebagai perempuan baik-baik, tentu ia tak mungkin menyatakan rasa sukanya terang-terangan kepadaku.
---
Tahu dari mana cewek manis ini?
---
Matanya yang teduh sungguh sebuah pesona.
---
rambutnya yang lembut dan terurai pasrah
perempuan berhati mulia ini
---
Tiba-tiba, ia tersenyum manis.
Lebih manis dari yang pernah aku lihat.
Ia merasa damai, setenang-tenangnya diri.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah karakter dari novel karya Yoyon Indra Joni dengan judul Puisi Hati. Ia adalah sesosok yang seperti yang tertulis di dalam novel itu sendiri. Begitu memikat, seandainya ia ada di dunia ini, maka aku berharap bisa menjadi suaminya yang beruntung. Secara fisik, kekurangannya salah satunya adalah memang dia belum berjilbab, tidak tahu lagi kekurangan-kekurangan lain yang belum disebut. Meskipun frasa 'Matanya yang teduh sungguh sebuah pesona' seolah sudah bisa menjawab dan menghapuskan segala kekurangan fisiknya yang lain :"". Secara karakter, menurut saya ia adalah sesosok wanita idaman. Kenapa tidak ada di dunia ini saja? Ketika sesuatu terjadi padanya, saya benar-benar sedih. Sesosok wanita seperti itu seharusnya dijaga, tidak disia-siakan. Setidaknya kalau memang dia harus terluka karena cinta, saya benar-benar bersedia menerimanya apa adanya(InsyaAllah).
Begitulah, begitu menyentuh memang novel ini. Setelah kejadian kurang menyenangkan yang menimpa tokoh utama yang pacaran secara backstreet ini, begitu banyak kata-kata bijak dan kearifan-kearifan pribadi dalam tokoh-tokoh di buku yang tumpah ruah. Pelajaran tentang mencari makna cinta dan mengejar cita-cita. Begitu banyak, subhanallah. Saya benar-benar merasa beruntung telah membeli buku ini. Lebih akan merasa beruntung lagi bila saya tahu bahwa tokoh seperti Rena Elhasanah bukanlah sebuah sosok fiktif. Ia benar-benar sebuah sosok yang menginspirasi.
Terima kasih, Bpk Yoyon Indra Joni.
Share:

Friday 10 July 2015

Duhai Pemerintahan Pak Joko

"Dengan sumberdaya kita yang banyak dan berlimpah harusnya kesejahteraan itu bisa terwujud. namun pemimpin politik seperti tidak mempunyai fokus dan tujuan yang jelas, bahkan tidak punya komitmen untuk mencapai kondisi kesejahteraan."
"Menurut saya melepas harga energi ke pasar tidak realitis, harus ada perlindungan terlebih dahulu bagi masyarakat menengah ke bawah."
"Jadi sebaiknya, belanja pendidikan itu difokuskan sesuai dengan kebutuhan wilayah masing-masing, karena kebutuhan tiap wilayah berbeda."
-- Maudy Ayunda

source : http://netsains.net/2012/09/amudy-ayunda-perpaduan-sempurna-bakat-dan-kecerdasan/

SETUJU BEUDS!
Pemerintah Pak Joko sekarang itu kek gak fokus Indonesia ini mau dibawa kemana. Apa gara2 kebanyakan janji ya?
Bahkan untuk menjadi seorang pribadi yang benar-benar bisa dipercaya dan (InsyaAllah) sukses pun perlu ada yang namanya skala prioritas! Dan prioritas itu jangan disimpen sendiri, orang perlu tahu , apa sih yang mau kita dahulukan dan capai?
Jangan kek sekarang ini, baru juga memulai pemerintahan gak pake izin atau sosialisasi dan tindakan perlindungan terhadap kalangan menengah ke bawah tiba-tiba harga BBM udah dinaikin aja. Belum masalah-masalah yang lain, banyak lah pokoknya. Tunjukin kek kalian tu mau bidang apa yang dikembangin dulu! Jangan semuaa pengen dimajuin seolah2 duit, SDA, dan SDM nya ada (not to mention the 'unexplainable' x factor, that's the confusion inside the government itself, you know lha yaa, permasalahan birokrasi). Kebanyakan janji kali ya jadi ga fokus?
TUNJUKIN DONG KAMI ENGINEER, ITU HARUSNYA RESEARCH & DEVELOPMENT DI BIDANG APA! APA YANG KAMU BUTUHIN? BIAR KAMI TUH BISA MAKSIMALKAN TUH BIDANG DAN BERKONTRIBUSI SESUAI AMA YANG KAMU BUTUHIN, WAHAI PEMERINTAHAN PAK JOKO! BIAR KAMI TU BUKAN KULIAH CUMAN BUAT JADI PENGANGGURAN, GAK KEPAKE! DIKIRA ENAK JADI SAMPAH MASYARAKAT? BEBAN KELUARGA?
PLEASE, TUNJUKIN PRIORITAS LO, DAN YANG SERIUS KALO UDAH PUNYA PRIORITAS! JANGAN MAEN-MAEN! LO KIRA LO MAEN AMA SIAPA? MASA DEPAN INDONESIA NIH!
*udah kek habis pidato megap-megap pascademo aja, wkwkwk. Itu sih, salah satu curahan hati gue akan keadaan Indonesia sekarang. :"

Share:

Sunday 5 July 2015

Tidur maleem banget.

Tahu nggak kenapa?
Aku lagi jatuh dinda, dan ampe sekarang masih kangen pengen ketemu lagi. Jadinya gak pengen tidur banget. Tapi kayaknya habis ini tidur aja deh, ada kerjaan banyak besok.
Rasanya agak nyesek sih sebenernya.
Astaghfirullah..
Tau nggak pelarianku apa? Liat berita-berita tentang keburukan Pemerintahan Pak Joko.. Dosa nggak sih?
Share:

Thursday 2 July 2015

*** Pacaran ? ***

Why I try to avoid having a girlfriend:

1) Avoiding emotional attachment

       Once in my life, I ever tried to, you know, care to someone more than I did to others. I told her that I'm willing to learn about what it means caring to someone else. She said yes, and so I did try. Everything doesn't go real well and eventually I found myself being too attached to her. It's more like she's my storydump, or whatever like it. I tell any stories, any thoughts, anything that I feel like burdening me without a thought of how she felt about my stories, about what I did. Over time, I realized that I need to give some space to her. Lotsa space. I need to understand that I'm being too offensive, not nice. I learned a lot from her, tho. But then we part ways, she lived in our hometown and I got accepted somewhere new to me.
       Here, I feel pretty much still attached to her. Attached to her presence. Her absence in my life has created a hole which I don't know what to fill with. But now, I realized that I was lucky. I can't imagine getting attached to someone in my life who doesn't even give any guarantee of us being married. I can't imagine when I'm already married and I feel down and sad and depressed, my wife isn't the first one I called. It's the person of my past. If you were my wife, how would you feel? Hurted?
       I want to become emotionally stable on my own, until my marriage makes me share that stability with the one Allah gave me. I want us to trust each other without any 3rd party which can hurt both of us. I want her to know that I really did trust her with everything I have. So that we can really devote ourselves to Allah without any mutual distrust that happen when there's a 3rd party in our relationship.

2) Avoiding being a comparing person

       You know, when you've got experience in something, of course you want to do something which is better the next time you do it. My mommy says the same thing also happens in relationship. She was a psychologist and she told me that often men who cheats do it because they think that their present relationship with her wife is not as good as their previous relationship with their previous girlfriend, thus they seek someone to fulfill that hole caused by the flaws of his wife. He did it because he thought his previous girlfriend is more perfect, is better than his wife. That's why he choose to go back to his previous girlfriend who already knows him well, who understands him, who know what he'd been through, who can soothe him in any condition that he faced, and every other aspect that his wife can't give. If you were my wife, how would you feel? Worthless? Useless?
       I really don't wish for that to happen. I just want to be real, to see what is right in front of me and what I have at that time, without looking back too much to compare my precious wife to an old silhouette of someone else who is not even there to really help me. She was just a memory which can only be memory because I already chose the one I want to build my memories with from the moment I decided to shake her father's hand and speak my commitment and forth.

That's why I try my best to keep myself away from having a girlfriend.
Share:

Friday 26 June 2015

Sudah berapa kali kah Anda?

Di bulan Ramadhan kali ini, saya merasa cukup kacau.

       Awalnya, menjadi panitia Ramadhan sebagai kasubdiv sudah cukup membuat saya berpikir bagaimana harus menjalani ibadah di bulan Ramadhan nanti, biasa lah, khawatir sibuk. Tiap sore harus menyiapkan persiapan acara yang dihadiri oleh pembicara-pembicara terkenal dan tidak biasa. Usai menyiapkan itu, jam 5-an saya dan teman-teman dari divisi logistik masih perlu membantu divisi konsumsi untuk membawakannya baik itu dari mobil pembawa ke markas panitia ataupun dari markas panitia hingga ke dalam masjid Salman. Konsekuensi yang kurang menyenangkannya adalah, saya tidak selalu bisa mengikuti acara yang diikuti pembicara-pembicara kece itu karena mereka berlangsung dari jam 16.00-17.30.

       Akhir-akhir ini, semua berubah dengan cukup drastis. Saya tak bisa membayangkan sebagaimana santainya hidup saya semisal di waktu seminar pengenalan wisuda HME di lantai 4 GKU Timur(tepatnya di ruang Kalkulus anak-anak TPB STEI yang Pak Wono) saya tidak mengangkat tangan saya. Waktu itu, seusai seminar dari 3 pembicara dari ketiga jurusan yang berbeda yang ada di STEI, diperkenalkanlah kepada kami sebuah budaya HME, yakni budaya "Arak-arakan wisuda". Saat itu dijelaskan bahwa akan diperlukan panji, bendera, baliho, perform, dll. Usai penjelasan, seperti biasa, panitia berkata kepada kami,
"Saya ingin ada 6 orang yang menginterupsi saya."
Saya yang tentunya tahu bahwa itu adalah pertanyaan yang ditujukan untuk mencari PJ-PJ pun langsung angkat tangan. Dari awal saya ingin ikut berkontribusi dengan menggunakan pengetahuan saya akan tempat membeli kain murah dan beberapa hal lain yang saya pelajari dari pengalaman-pengalaman saya menjadi divisi logistik.
     
       Siapa sangka bahwa keberanian saya itu membawa pada kekacauan yang tidak bisa dibilang mudah diselesaikan. Deadline mepet, tugas individu (hampir)sama sekali tidak tersentuh karena terlalu terpikir bagaimana menyelesaikan tugas angkatan terlebih dahulu, dan yang paling menyedihkan, target amalan saya yang jauh dari baik.

       Semalam, teman saya bertanya sambil bercerita tentang kabar Ramadhan kami di masa-masa MBC ini. Well, memang benar, banyak yang beropini bahwa Ramadhan mereka kacau. Dan salah seorang teman saya bertanya,
"Gimana ya, supaya Ramadhan ini gak kacau? Apa tetep sepulang osjur jam 11 12 an gini mau lanjut nambah ibadah ya?"
Setelah basa-basi sedikit saya pun menjawab apa yang saya percayai benar,
"Menurutku pribadi, pertanyaan paling penting yang harus kita tanyakan untuk diri kita sekarang itu hanya satu. 'Sudah berapa kalikah kita menangis di masa-masa awal bulan Ramadhan ini?' Bulan Ramadhan adalah bulannya penyadaran. Justru akan sangat rugi kalau di bulan Ramadhan ini kita tidak mendapatkan penyadaran apa-apa."
 
       Penyadaran yang saya maksud di sini sangatlah luas. Ini tergantung pada setiap pribadinya. Penyadaran itu bisa seperti : 1) Refleksi yang membuat sadar dan sedih akan banyaknya dosa di masa lampau, 2) Refleksi yang membuat sadar akan betapa kita telah diberi kesempatan hidup sekian lama dan apa yang sudah kita lakukan? Apa tidak malu kalau masih belum berkarya?, 3) Refleksi akan bagaimana orang-orang yang tidak bisa makan selama ini telah merasakan derita kelaparan di setiap harinya, 1 tahun penuh, 4) Dan penyadaran-penyadaran lainnya.
Jadi, kembali lagi saya tanyakan kepada Anda,
"Sudah berapa kali kah Anda menangis di bulan Ramadhan ini?"

       Menangislah agar Anda tidak menjadi sesosok makhluk yang sombong dan lupa akan banyaknya kelemahan yang dimiliki, menangislah agar Anda sadar bahwa ada kekuatan di atas sana yang akan selalu membantu Anda bagaimanapun kondisi Anda, menangislah agar Anda diingatkan bahwa Anda 'hanya'lah seorang manusia dan jauh dari sempurna, menangislah agar Anda bisa terhubung kembali dengan impian-impian masa kecil Anda, menangislah agar Anda bisa berhubungan dan berkomunikasi dengan hati Anda lagi. Karena sesungguhnya menangis membuat Anda menjadi lebih manusiawi.
Share:

Saturday 6 June 2015

***lanjutan

***lanjutan
       Usai menonton pertandingan yang sangat menyenangkan itu, saya berjalan santai keluar dari kantin menuju ke ruang utama Salman. Baru saja saya selesai melepas sandal, tiba-tiba ada suara dari belakang, "Kak, Kak". Saya pun menoleh,

       Seorang akhwat berkerudung berdiri dengan tertunduk sekitar 1 meter di hadapan saya. Di dalam ingatan saya, Ia berwarna coklat, secara overall. Kerudung dan pakaiannya, agak lupa sih. Tingginya agak sedikit setara dengan saya. Saya sedikit surprised, what's the matter? Kemudian, ia menyodorkan tangannya dan menunjukkan sebuah SIM dan sesuatu yang berwarna biru. Woah, ternyata duit 50 rebu 2 buah, lumayan tuh. Setelah dipikir beberapa detik, aku teringat bahwa itu adalah SIM dan duit yang jatuh dari jaketku tadi ketika aku sedang dalam perjalanan. Emang sih, tadi jaket antibara-ku kulipet di tengah secara horizontal waktu kubawa, jadinya mungkin banget buat duit yang ada di bagian saku atas untuk jatuh.

"Ini, tadi jatuh". Kata beliau sambil menyodorkan kedua barang tersebut.
       Pikiran saya melayang, ada ya, beruntung usai mengambilnya saya masih sempat membalas dengan segera dengan sedikit senyuman, Biasanya aja, diem doang, telmi.
"Terima kasih banyak".
       Pikiran saya kembali melayang, tetapi tidak saya biarkan diri saya untuk melihat ke arah kepergiannya. Nanti terlalu kepikiran ke fisiknya lagi. Saya langsung berbalik badan lagi dan lanjut masuk ke masjid. Setelah itu, saya terpikir lagi tentang pengalaman saya barusan.
       Bagaimana rasanya ya akhwat tadi ketika tahu aku menjatuhkan uang dan SIM tadi? Apa beliau ragu-ragu untuk mengembalikan uang tersebut? Dia akhwat sedangkan saya ikhwan.
       Bisa aja duitnya dia ambil, atau bisa juga dia membiarkan orang lain untuk mengambilkannya untuk saya.
       Belum lagi, apa yang akan ia lakukan semisal saya sudah terlanjur masuk ke dalam masjid? Apa dia akan menunggu di selasar teh yang terletak di antara kantin Salman dan tempat masuk ke masjid, atau akankah ia menitipkannya di tempat penitipan barang-barang kehilangan?

       Yah, sudah lah. Alhamdulillah. Terima kasih banyak :). InsyaAllah kamu akan kukenang, walau hanya lewat tulisan. Karena bagi saya, karakter yang berbuah pada perbuatan itulah yang menarik hati dan patut diapresiasi dari seorang wanita.

       Saya pun teringat juga bahwa tadi sebelum saya ke kantin untuk menonton pertandingan bulu tangkis BCA Indonesia Cup, saya juga menemukan uang 50 ribu di lantai tempat yang sangat berdekatan dengan tempat saya menerima kebaikan tadi. Alhamdulillah, sepertinya itulah juga bentuk balasan nyata dari Allah. Bayangan akan 100 ribu yang hilang dari kantong saja sudah cukup membuat panik, apalagi semisal SIM juga hilang. Wuuh, saya sampai sekarang masih belum memfotokopinya, gimana saya akan mengurus kehilangannya?

Sekian.
Share:

Keberanian yang Ditampakkan

6 Juni 2015

       Kemarin, (untungnya) saya menonton para pemain Badminton Indonesia berlaga dalam BCA Indonesia Open, numpang sih, di kantin Salman. Ketika saya datang, perwakilan tunggal putri Indonesia sedang bermain melawan tunggal putri Thailand. Pukulan-pukulan keras dari pemain Indonesia dilancarkan dengan baik, tetapi sayang lawan sudah bisa mengatasi permainan-permainan seperti itu, Sedangkan pemain Indonesia sendiri kewalahan dengan cara bermain pemain Thailand yang memberikan bola yang sering berganti-ganti arah ke kiri dan ke kanan, not to mention that the ball that she sent often goes downward(menukik). Akhirnya game berakhir 2 set dengan skor yang cukup miris, 21-7, 21-6. Sebuah hasil yang menurut saya jelas menunjukkan perbedaan kelas dari kedua pemain yang berhadapan.

       After the game's over, saya langsung lanjut menonton permainan M. Ahsan/Hendra Setiawan melawan perwakilan ganda putra dari Jepang, Permainan yang fantastis, menurut saya. Pace yang cepat dan smash menukik yang terkadang sulit untuk dikembalikan oleh pasangan Jepang membuat saya merasa wuu, wiii, kereen. Yaa, kira-kira begitu lah. Saat permainan baru berlangsung sekitar 25 menit, tiba-tiba terdengar suara pengeras suara dari Masjid Salman mengingatkan bahwa waktu Shalat Maghrib tinggal 10 menit lagi. Saya sedikit sedih karena tidak bisa melihat kelanjutan permainan badai mereka. Yah, walaupun terkadang mereka masih suka melakukan kesalahan-kesalahan trivial(sepele) tetapi berdampak pada perolehan poin lawan seperti smash yang terlalu menukik, bahkan sekadar service yang tidak sampai lewat net. Ironis memang. Tetapi sepertinya memang sebuah kesalahan yang sudah melekat pada profesional akan sangat sulit untuk dihilangkan. Seperti kata pepatah, "Belajar di masa mudah itu seperti menulis di atas air, sedangkan belajar di masa tua itu seperti menulis di atas batu". Sebuah kesalahan yang sudah dibawa oleh seseorang yang sudah profesional akan sangatlah susah untuk diubah, seperti 'menulis di atas batu'. Akhirnya, ketika adzan berkumandang, saya meninggalkan pertandingan ganda putra tersebut ketika game pertama sudah akan berakhir.

       Usai menonton pertandingan yang sangat menyenangkan itu, saya berjalan santai keluar dari kantin menuju ke ruang utama Salman. Baru saja saya selesai melepas sandal, tiba-tiba ada suara dari belakang, "Kak, Kak". Saya pun menoleh,
Share:

Friday 1 May 2015

Entahlah

Entahlah,
Aku merasa bahwa aku nggak akan didengar oleh siapa pun untuk masalahku yang ini..
Aku merasa bahwa semua orang akan sangat sibuk dengan urusannya sendiri untuk mendengarkan aku yang hidup saja sudah tak tahu harus diapakan.
Meskipun aku juga harus siap untuk becerita seandainya ada seseorang yang cukup baik hati untuk menoleh ke belakang untuk mau melihat ke saya dan tersenyum.
Saya muak dengan orang yang tidak mau mendengarkan orang lain. Mungkin itu bentuk dari pelampiasan saya akan pengalaman saya dahulunya sedemikian seringnya tidak didengar.
Dan hingga pada akhirnya semua kupendam sendiri.
Share:

Thursday 23 April 2015

Indah Kebingungan

Hari ini, ada yang berbeda.
Perbedaan itu muncul di penghujung hari.
Di saat aku bertekad untuk memulai bekerja keras lagi, sesuatu mengusikku.

Kenapa sang bulan harus bertemu dengan begitu banyak bintang yang lain?
Hingga akhirnya sang bulan bertemu dengan sang bintang,
Sang bintang yang mengingatkannya dengan baik akan kenangan perjalanannya mengarungi alam semesta.

Ia tidaklah benar-benar sang bintang, ia hanyalah sesosok bintang yang lain.
Sesosok bintang yang begitu tak dinyana oleh sang bulan, sama sekali tak terpikirkan.
Tak terpikiran olehnya bahwa ada dua bintang yang memiliki sinar yang begitu mirip,
begitu mirip dengan sesosok bintang yang telah beredar dalam sumbu putar yang begitu dekat,
begitu dekat dengan sumbu putar sang bulan untuk sekian lama.

Sang bulan pun terbuai dalam kenangannya,
kenangan akan perjalanan di dalam gelapnya alam semesta.
dinginnya galaksi tak beratmosfer bernama sang bima
Kenangan yang mengalun-alun dengan tenang, membuat sang bulan terbuai dan terlena.

Apa maksud dari yang menciptakan mereka semua, mempertemukan sang bulan dengan sesosok pengingat kenangan lama nya?

Terkadang, aku menamakannya kebingungan.
Share:

Saturday 18 April 2015

Yang Berjilbab Syar'i dan Mengenakan Rok Panjang

Pada tulisan kali ini, saya akan becerita (lagi-lagi) tentang bagaimana saya memandang wanita. Yang saya bahas kali ini cukup spesifik, yakni mengenai bagaimana seorang wanita berpakaian. Mungkin ada baiknya saya mengawali ini dengan bercerita mengapa saya membahas hal ini.

Jadi bagi saya, ada yang berbeda antara seorang wanita atau akhwat yang tidak mengenakan jilbab dengan mereka-mereka yang mengenakannya.
Terkadang, saya suka melihat/mencuri pandang pada wanita yang tidak mengenakan jilbab, berbeda halnya dengan ketika saya bertemu dengan seorang akhwat yang mengenakan jilbab. Saya lebih memilih untuk mengalihkan pandangan, atau menunduk, atau sekadar berhenti lalu bermain HP sebentar.
Mengapa saya melakukan itu? Kita tunda dulu jawabannya sebentar .. :)

Terkadang, saya juga suka melihat/mencuri pandang pada akhwat yang dalam berbusana memilih menggunakan jeans daripada menggunakan rok. Ketika saya bertemu dengan akhwat yang menggunakan rok, saya berusaha untuk tidak melihat sama sekali kepada beliau selain hanya menundukkan kepala, atau setidaknya sekadar mencoba mengenali sosok tsb hanya untuk beberapa detik saja. Berbeda dengan ketika saya sedang mencuri pandang pada akhwat yang mengenakan jeans, terkadang saya sampai beberapa kali melakukannya. ** Ini post teh jujur **
Mengapa saya melakukan hal tadi pula?

Begini jawabannya..
Saya terkadang suka mencuri pandang kepada akhwat yang bercelana jeans karena memang itulah tabi'at manusiawi saya sebagai seorang lelaki. Terkadang, saya bisa menahan diri saya untuk tidak melihat ke arah lekukan badan tersebut, tetapi disaat lain ada sesuatu dalam leher saya yang kurang bisa saya tahan untuk tidak menoleh. Itu lah sifat manusiawi saya, nafsu.
Saya terkadang suka mencuri pandang kepada wanita ataupun akhwat yang tidak mengenakan jilbab, meskipun telah disebutkan bahwa rambut juga merupakan aurat seorang wanita. Itu lah sifat manusiawi saya sebagai seorang lelaki, insting saya untuk mencari keindahan.

Namun, berbeda permasalahannya dengan ketika saya berpapasan dengan akhwat yang berjilbab syar'i dan mengenakan rok panjang. Ada yang berbeda dalam penampilan mereka. Sesuatu dalam diri mereka menumbuhkan sebuah perasaan respect dari saya. Ketika seorang akhwat mengenakan jilbab syar'i, mereka seolah telah menghargai usaha saya untuk melihat seorang wanita tidak dari keindahan, kecantikan, ataupun keseksian fisik seorang wanita, tetapi lebih dari segi inner beauty 'kecantikan personal/dalam'. Dan dengan alasan itu lah saya balik menghargai mereka dengan menjaga pandangan saya. Karena saya sendiri tahu bahwa pandangan bisa berbahaya, pandangan yang 'pas' atau 'klik' baru bisa hilang bayangannya setelah sekian hari. Begitu lah bentuk respect saya bagi seorang akhwat yang berjilbab syar'i dan mengenakan rok panjang.

Terima kasih sudah membaca :)
Share:

Monday 6 April 2015

Bandung dan Sampah

Lately I've been thinking about what Bandung people have been doing recently(actually, it has been done for a long time now).
Lots of them like to throw away trashes everywhere they like. This is what I heard from a friend of a stall vendor near the house where I live when I brought up this topic,
"Mereka ngakunya orang Bandung, tapi ketika diajak bersih-bersih lingkungan, yang ikut itu malah orang-orang pendatang kayak penjual-penjual di jalan ini. Yang kerja bersih-bersih malah penjual, orang Bandungnya yang punya rumah di daerah dekat-dekat lokasi bersih-bersih malah diam aja."

Aku juga suka bete liat kebiasaan mereka yang kalo buang sampah sakkarep udhele dhewe (semaunya sendiri). Mending men, kalo yang dibuang ke selokan itu bungkus jajan, sisa makanan, apa. Yang dibuang ke selokan yang cuman berdiameter gak lebih dari setengah meter(kira2 40 cm an)itu kresek segepok isinya sampah berhari-hari, bahkan yang paling puarah dan tetep biasa dilakukan, itu mereka buang pasir dan tanah ke selokan. Kurang bego apa sih?

Sumpah mbuencekno. Aku lek mikir iki muangkel pol (kalau mikirin ini kesel banget). Mereka tu gatau apa kalo tanah itu dibuang ke sungai yang gedenya naudzubillah aja udah bisa nyebabin pendangkalan sungai yang berakibat pada banjir, Eh, ini dengan segala ketidakpeduliannya buang tanah sekian karung ke selokan. Kadang, bangke (bangkai) tikus juga dibuang ke selokan, ampe paling parah ada kucing men, KUCING! masih keciil terbaring begitu aja di selokan. Ini selokan apa kamar mayaat ya. Bete banget.

Harapan ku yaa ya, orang Bandung baik pendatang ataupun yang native mau dan bersedia untuk sadar. Berhenti buang sampah sembarangan, Bandung tu udah kekurangan pasukan kuning(yang banyak banget kalo di Surabaya ntu), lu tambahin sampah dimane-mane ya apa maksudnye? Buatlah tempat sampah sendiri, urus sampah sendiri. Tanggung jawab dong mas, pelis deh.

Sebagai referensi, saya tinggal di sebuah tempat yang cukup padat dengan mahasiswa pendatang.
Share:

Wednesday 1 April 2015

3-4 Tahun Lagi.

Sedih nggak sih ya jadi seorang aku? Aku sendiri kurang seberapa paham.
Aku udah terlalu attached 'tertempel, tergantung' sih dulunya. Secara hati aku udah jatuh. Secara akal aku memediasi aja. Harus bisa yah? Hadepin perasaan ini, terus dimediasi supaya nggak terlalu needy. Nanti di masa depan kita nggak pernah tahu bakal jodoh sama siapa lagian.

Cuman 3 sampai 4 tahun lagi..
Share: