Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Wednesday 23 November 2016

On Being Suicidal - 2

On Being Suicidal - Saat Sedang Ingin Bunuh Diri

In my opinion, suicide was like one of the most ultimate form of an illusory world, with other examples including living only the way someone wants to be - never thinking of what others actually feel and think about what they did in that world. Letting go of reality and ignoring it.

Maybe for those of you who's a sanguine, some of you might think that it's so irrational that someone would want to end his life with this life having so many happiness anyone can find if they want to. For the altruist you, you might feel pity to those who actually really did suicide successfully, if only you have met them before they died. Whilst for some of you who actually ever had this idea, maybe you're one melancholic person with memories of depression, you might really understand and I hope you might get opened up by this post.


Basically, there are four main points that I'd like to cover up in this post.

First things first, it's about the egoistical side of the doer. Maybe some of you might think, especially if you have someone close to you committed suicide, why're they so egoistic? Never thought of how we actually care and think so much about him/her. Nonetheless, he still did commit suicide (from a book that I read titled Me Before You). I think, yes yes they really sounds egoistic, but more than that, they actually needed help. While we might be thinking that way, but are we actually doing something that shows our care to him/her? Or we're just actually one part of his life who's making his life even worse? Who knows?

From a TED talk that I watched about one of the most famous popular place to commit suicide, the Golden Gate Bridge in San Fransisco, I learned something pretty important. The truth is, suicide can be stopped. The speaker, who's in charge of something like rescuer team, who talks to the guys who wants to end their life so bad, told this : "Anytime you see someone who started being suicidal, you've got to ask him/her straightforwardly. Other people who's gone through this(problem) usually have suicidal thoughts at this point. Do you have it, too?" If he/she answered yes, then I think it's pretty inhumane of us if  we didn't stop our life for a point just to help him/her out. You know, in my religion, saving a person's live means saving the lives of all mankind.

That's why, there's only one thing anyone who's talking to him/her needs to do.

Listen.

Do listen.

There was this one teenager who's about to jump off from the bridge. He talked with the TED speaker, and thankfully, in the end he decided not to jump. The speaker asked him
then :
"
What was it that made you come back and give hope and life another chance?"
He said, "You listened. You let me speak, and you just listened."


That's it, that's it!

Trust me. If listening was that strong that it can save one's lives, then I truly believe that listening can helps almost all the other aspect in our lives. It's such a pity that many people didn't learn to listen, they prefer learning how to speak rather than how to listen. I think that's a wrong way to do it. Listen first, then speak.

Lastly, did you know that suicide is contagious, able to be widespread just like disease?
I've ever read about it. In an online forum that seeks to support families, friends who's fighting something really hard that might make them depressed, sometimes to the point of having suicidal thoughts. There's this one idea, the idea of killing oneself to .. dunno, maybe to finish his/her own problems, that might stuck in someone else's head. Someone who had a relative/family that end his/her own life. This idea stuck and it was like becoming evil, seducing this person to finish his/her own problems by doing the same thing. As far as I could remember from that forum, this is real and happening. Suicide is contagious.

 

So, the conclusion is, if you ever see or listen in anyway, whoever it is, thinking about committing suicide, stop it with every way you have, with every access that you have to that person. In this cruel era where it's hard to find someone who listen, to find someone who has time for others, to find a real family, to find government and political people who do something out of their political interest, this is a super urgent call for you. Because you'll never really knows what might really happen then, you might never know when you saved this person's live, you're not only saved his/her, but the families and relatives who's supporting him/her too. Or even, you're saving yourself.

Thank you.

P.S. : Prayfor everyone who's struggling,
for me, for anyone, may peace be in our soul by His Rahmah, Aamiin.

Read : On Being Suicidal - 1
Share:

Tuesday 22 November 2016

On Being Suicidal - 1

On Being Suicidal - Saat Sedang Ingin Bunuh Diri


Berbicara tentang bunuh diri, mungkin tidak akan terlalu laku di Indonesia dimana mayoritas penduduknya adalah umat Muslim. Jelas, di dalam agama Islam adalah sesuatu yang sangat dilarang. Lebih dari sekadar karena ia adalah sebuah dosa, yang kulihat mungkin juga karena itu adalah gabungan kompleks dari beberapa dosa, yakni:

1) Simbol kufur nikmat. Lupa akan banyaknya nikmat yang telah diberikan oleh Allah. Lebih memikirkan tentang bagaimana buruknya kehidupan yang dirasakan dan telah dialami.

2) Antipati/tidak peduli terhadap manusia lain. Merasa bahwa dirinya tidak dipedulikan oleh orang lain sehingga merasa tidak perlu peduli akan pandangan orang jika pada saatnya dia benar-benar hilang dari dunia ini.

3) Usaha untuk melawan takdir yang telah ditentukan oleh Allah. Ketika seorang mukmin telah bersyahadat dan mengerti bahwa rukun iman adalah konsekuensinya, sudah seharusnya ia mengimani bahwa Allah telah menyediakan dua jalan baginya. Kedua jalan tersebut memiliki dua konsekuensi yang berbeda, surga atau neraka. Tergantung kepada pilihan yang dia ambil.

4) Yang ini wallahu a'lam, Allah lebih tahu, sekadar opini saya. Dosa terbesar yang tidak akan mendapat pengampunan Allah sama sekali adalah syirik. Karena saat itu, ia tak bertauhid sama sekali. Sedangkan dosa apapun, selama ia masih memiliki keimanan di dalam dirinya sekecil apapun, maka ia pada akhirnya masih akan bisa masuk ke surga asal tauhidnya murni dan bersih mensucikan Allah. Maka bunuh diri, dosa yang tidak ada ampunan baginya, boleh jadi adalah salah satu bentuk merasa bahwa diri lebih besar daripada rahmat Allah yang sesungguhnya mampu menyelamatkannya dari perkara apapun di dunia, wallahu a'lam.
(Notes : ternyata bunuh diri jika di Palestina masih bisa masuk surga sih. Jadi mungkin tergantung sebab bunuh dirinya juga).
Share:

Monday 14 November 2016

Untuk Siapa?

Aku ingin sedikit berbagi tentang ceritaku hari ini. Hari ini, jujur I just wanna take a short break from this rhythm of my life. I'm truly sorry for everyone, I hope you guys would understand. 

Bismillah, semoga jadi lebih semangat.

What I did today was pretty exceptional. Going to someone else's wedding party. I've never known this person in particular. I just knew her father who's used to come to Salman in some occasions to give his insight. In term of size, he is small. But I think in term of his mind, he sure has a big mind. Of course man, because it was like whatever you tells him, he can replies with a good answer. Humph. And today, it was her daughter's wedding reception.

Saat di mobil aku tidak terlalu terpikir banyak tentang acaranya akan seperti apa, tetapi semakin dekat aku ke pintu masuk acara, aku jadi terpikir. Aku sendiri sudah pernah mengikuti pernikahan lain, pernikahan Mbakku. Jadi aku sudah memiliki pembanding. Aku terpikir tentang kedua calon. Sang perempuan adalah anak dari salah seorang pengisi rutin di Masjid Salman. Sedangkan suaminya adalah seorang anggota TNI, tampaknya dari Angkatan Udara. Akan seperti apakah acara pernikahannya?


Kesan pertama, laki dan perempuan dicampur.
Kesan kedua, standing party.
Kesan ketiga, hingar bingar musik dan lagu. Not to mention that the women who's singing sometimes uses pampered words. I mean, something that sometimes a dangdut dancer would say. Dengan suara yang kadang bikin bergidik itu. Kayak sok centil minta diperhatiin. Malu nya dimana gitu. Eh, kelewatan.
Kesan keempat. Makanannya enak. I've got to admit this. Thank you so much.
Kesan kelima. Yang dateng kalo ya gak ganteng-ganteng, ya cantik-cantik. Some of them use miniskirt, you know?

As for now, I'd like to talk to you about that 5th impression.Dari sekian banyak yang dateng, banyak juga kok yang berkerudung lebar, atau ga ya berkerudung dan ya memang rata-rata subhanallah sih cantiknya. Dengan pakaian warna-warni atau mencolok, riasan-riasan sedikit agar tampak lebih cantik.

Mungkin aku yang terlalu banyak menuntut dunia agar mengikuti standarku. Meski memang di dalam Islam juga dilarang untuk berias berlebihan karena khawatir tabarruj. Berdandan untuk seseorang yang tidak halal. Tetapi memang lebih dari itu, it's something about my personal values that intrigues me. Di postinganku sebelumnya, aku pernah bercerita tentang tak perlu lah aku menjadi seseorang yang terlalu keren demi semua orang. Cukup satu orang yang bersedia untuk menjadi istri saja. Di kasus ini, aku penasaran, sedikit setengah jengkel(?). Untuk siapa sebenarnya mereka berdandan? Kenapa mereka harus tampil cantik, yang ya kadang sampai melewati batas koridor agama mungkin ya.

I remembered back then when I still often go to an online support group forum, there's someone who stated that women actually want to look good is for the purpose of pleasing men. Kata dia, wanita itu ya gitu, caper cowok aja. Contoh nyatanya ada di playboy magazines, kontes kecantikan(sedikit ekstrim sih). Plus, berikut sedikit kutipan menarik yang baru kutemukan tentang kontes kecantikan: "Tubuh perempuan dianggap sebagai milik publik dan kontrolnya ada di masyarakat. Masyarakat selalu merasa punya hak untuk mengatur tubuh perempuan." (dari analisis media september 2013). Ya itu, cewek berdandan itu buat memenuhi kesenangan masyarakat. Siapa yang paling suka melihat? Ya biasanya cowok. Ya supaya diliatin sama cowok. Eh, kasar nggak sih kata-katanya?

Some weeks ago, I was talking with my friend about this, and she said a different thing. Beliau berdandan ya untuk memenuhi standar kecantikan bagi diri sendiri *which you obviously should have*. Bukan bermaksud menyerang pernyataan beliau, tapi aku tidak benar-benar yakin hasil akhirnya benar-benar untuk diri beliau sendiri. Aku penasaran, kemanakah kalian para wanita melihat standar fashion terbaru abad ini? Bukannya ujung-ujungnya ke pakaian dan barang-barang yang digunakan oleh orang-orang yang tidak syar'i ya? Like Koreans, or Western public idol. Menurutku ini masuk akal karena misal orang-orang Barat, mereka sudah sejak dulu menjadi kiblat fashion dan menjadi produsen barang-barang kecantikan untuk wanita. Dari ujung kuku sampai ujung rambut paling atas. Tentu, opiniku bukan yang paling benar, semua masukan sangat kuhargai kok(Sok weh kalo mau komentar di bawah).

Balik lagi. Seseorang yang awalnya bukan mau berdandan untuk kami para pria, ketika menggunakan referensi fashion kepada (salah satunya) dunia Barat yangmana para perempuannya berdandan supaya diapresiasi oleh pria, malah jadi menggunakan atribut-atribut yang sebenarnya ya merupakan idaman kami para pria. Jadi sebetulnya ini balik lagi. Untuk siapa kalian berdandan? Kami, para pria? Atau kalian ingin balasan yang lebih baik, yakni mendapatkan ridho Allah? Jelas solusinya bukan dengan tidak berdandan.

Akan tetapi,
Rules number one: Hindari berdandan untuk kami para pria yang belum halal untuk kalian. Karena aku sendiri juga ga bisa menjamin apa yang akan terjadi bila foto kalian jatuh pada tangan orang yang memiliki maksud hati yang tak baik pada kalian, naudzubillah. 

Next,

Rules number two: Jika ingin mendapatkan ridho dan cinta dari Allah, maka mengaculah pada cara berpakaian orang-orang yang ingin mendapatkannya. Jangan ke tempat lain.

Surely, di zaman sekarang memang antara benar dan salah makin tercampur, baik dan buruk makin nggak jelas batasnya. You surely need to be smart, girls! Good luck!

P.S.: Do'akan kami para lelaki bisa menjaga pandangan kami sehingga kalian tidak jadi terlalu banyak terpikir apa kata kami tentang kecantikan kalian. Capek kalau hidup menuhin tuntutan orang lain teh..
Share:

Tuesday 8 November 2016

Tentang Kegelisahan Itu

Draft beberapa hari lalu,

       Tadi, aku berdiskusi dengan temanku terkait tema menarik laki-laki angkatan kami, lawan jenis. Menarik.

       Awalnya aku penasaran tentang dulu ketika suatu malam aku melihatnya mondar-mandir di depan masjid Salman sambil melihat-lihat ke sekeliling. Waktu itu udah cukup malam, jam 9 mungkin. Saat itu, aku masih di Salman karena ada kebutuhan ber-Wi-Fi ria menggunakan hotspot. Jadinya aku memutuskan untuk menginap saja di Salman hari itu. Setelah bersalaman dan menyapanya, kami berpisah dan aku duduk-duduk di tempat duduk tempah teh yang dekat ke tempat jalan menuju fotocopy Salman. Nah, waktu itu aku melihat ada seorang akhwat berpakaian gelap, hitam sepertinya, keluar dari tempat akhwat. Temanku ini menghampiri dia, awalnya aku berhusnudzon saja mungkin dia hanya mau ke tempat akhwat sedikit untuk mengambil air. Well, ternyata mereka tampak berkomunikasi sedikit. Kemudian, mereka berjalan berdua sambil berjarak menuju ke jalan menuju kantin, tampaknya pulang.

       Saat itu aku terpikir. Wah, ternyata. Ada apa ini gerangan? Well, sebagai seorang laki-laki yang peduli dengan keadaan teman(atau kepo ya? Haha), aku kepikiran. Jadi tadi waktu aku bertemu dengannya, kutanyakan padanya.
"Broh, kayaknya aku pernah liat kamu nganter temen perempuan ya waktu di Salman? Malem-malem. Siapa tuh?"

Jawabannya tak pernah kusangka,

"Kenapa Haw? Mau kenalan?"

*Duh* *Bukan gitu* *Waktu itu juga aku ngeliatnya gak dari depan, jadi ga keliatan dia orangnya kayak apa atau siapa*

       Ya sebetulnya aku hanya khawatir apakah mereka ada apa-apa. Itu tadi, sebagai seorang teman yang peduli, setidaknya jika aku belum bisa mengingatkan, aku tahu dahulu apa yang benar-benar terjadi. Kalau mereka ada apa-apa dan aku bisa memberitahukan kepada temanku yang mungkin lebih bisa memberikan pengertian tentang pentingnya menjaga hubungan dengan lawan jenis, ya kenapa tidak? Tau nggak? Kok jadinya tadi malah aku yang dikasih masukan banyak ya wkkwkwkw. Macem-macem, mulai dari harus berharap hanya sama Allah, terus harus cukup perhatian dari orang tua, sama harus hati-hati sama perasaan.  Ya memang setting-nya aku kayak sok lagi galau gitu sih. Gatau ya emang lagi galau atau engga. Mungkin?

Hmm.. Kegalauan. Kegelisahan itu.

       Gatau ya, kegelisahan itu apa ya? Apakah khawatir akan takut mengecewakan harapan lawan jenis? Tatapan yang kadang kudapat ketika aku beradu pandang dengan seorang perempuan. Kadang somehow aku melihat atau merasa bahwa ada pengharapan di sana. *Aku bingung*. Jadi kayak seolah pengen buat membalas perhatian itu gitu. Serius. Kalau nanti aku udah menikah, insyaAllah aku bakal mau gitu buat saling tatap gitu. Cuman duduk, melihat, dan diam. Although I don't really know whether I'll be brave enough to do that haha. Tapi kalau sekarang, itu terasa kayak mengkhianati diri sendiri yang seharusnya lebih cinta pada Allah dan patuh sama aturan-Nya. Lagian, selain aku khawatir dengan menjaga hati, aku juga khawatir dengan pikiranku sendiri(?).

Para kakak-kakak tingkat atas juga udah pada rame gitu ngebahas ini.
"Bro, udah bikin list(rencana calon istri) belum?"
atau,
"Kita ini udah harus punya pendapatan broh. Supaya gak kesulitan waktu walimahan."
 atau,
"Eh, itsar yaa nanti kalo misal ternyata yang kita incer sama broh. Hehee." (ada gitu yang mau itsar buat ini? wkwkwk)
"Wah, Kak, gimana sih caranya bisa jadi ikhwan paling suami-able" (weq, ada predikat ini ternyata wkwkwk)

       Macem-macem lah. Ada juga yang kepikiran tentang entah kenapa ada rasa bahwa udah harus nge-tag segera. Ini butuh pembahasan lebih lanjut sih. Karena entah kenapa memang dorongan untuk nge-tag itu seringkali bertimbal-balik dengan kondisi kita, misal kondisinya seolah menunjukkan bahwa lawan jenis yang kita tag entah kenapa(well, pakai entah kenapa karena ini tentang rasa. Dan rasa kan biasanya ga gampang didefiniskan) juga condong ke kita gitu. Kadang kegelisahan itu suka muncul dari rasa tersebut, plus dari mendengarkan obrolan para tetua tetua juga sih.

       Ya, kepada Allah aku sampaikan kegelisahanku ini. Disini aku hanya hendak bercerita sebuah sudut pandang kehidupan ikhwan aktipis salman weh. Aku pribadi sih berharap temen-temen ku yang ikhwan bisa lebih sabar dan instead of thinking about things like these too much, I think the problem the world today face needs a much bigger portion to be discussed. Dan untuk temen-temen akhwat, yang sabar juga. Aku ingat bahwa ada sebuah tulisan tentang bagaimana pergerakan peradaban sebenarnya sangat bergantung pada calon ibu beserta ibu-ibu di peradaban tersebut. Bukannya saya ingin bilang jangan menghambat seorang ikhwan dalam mencapai mimpinya, tapi doronglah laki-laki, utamakan dari saudara terlebih dahulu, untuk mengejar mimpi mereka. Tolong ngerti, bahwa kita punya masalah besar di Indonesia sekarang. Sure, dukungan dari kalian akan sangat membantu kami dalam menjalankan dakwah ini. But, keep in mind supaya jangan sampai kalian memberikan harapan atau meminta harapan dari kami. Itu bikin kami bingung :(

       Aku pribadi belum berniat untuk mengurus perkara ini dulu. Aku berharap ya bisa berteman, dan bersama-sama berdakwah dengan ikhlas lillahi ta'ala. Aamiin. Semoga nggak kebelok niatnya. Aamiin. Semoga ada masalah besar yang bisa kuselesaikan selama aku masih belum memasuki tahapan selanjutnya dari kehidupan ini. Aamiin.

Aku baru tau ada do'a seindah ini. Aamiin.
sumber gambar: http://jilbab.or.id/archives/1028-doa-nabi-di-kala-galau-resah-perasaan-sedih-melanda/
Share: