Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Friday 26 June 2015

Sudah berapa kali kah Anda?

Di bulan Ramadhan kali ini, saya merasa cukup kacau.

       Awalnya, menjadi panitia Ramadhan sebagai kasubdiv sudah cukup membuat saya berpikir bagaimana harus menjalani ibadah di bulan Ramadhan nanti, biasa lah, khawatir sibuk. Tiap sore harus menyiapkan persiapan acara yang dihadiri oleh pembicara-pembicara terkenal dan tidak biasa. Usai menyiapkan itu, jam 5-an saya dan teman-teman dari divisi logistik masih perlu membantu divisi konsumsi untuk membawakannya baik itu dari mobil pembawa ke markas panitia ataupun dari markas panitia hingga ke dalam masjid Salman. Konsekuensi yang kurang menyenangkannya adalah, saya tidak selalu bisa mengikuti acara yang diikuti pembicara-pembicara kece itu karena mereka berlangsung dari jam 16.00-17.30.

       Akhir-akhir ini, semua berubah dengan cukup drastis. Saya tak bisa membayangkan sebagaimana santainya hidup saya semisal di waktu seminar pengenalan wisuda HME di lantai 4 GKU Timur(tepatnya di ruang Kalkulus anak-anak TPB STEI yang Pak Wono) saya tidak mengangkat tangan saya. Waktu itu, seusai seminar dari 3 pembicara dari ketiga jurusan yang berbeda yang ada di STEI, diperkenalkanlah kepada kami sebuah budaya HME, yakni budaya "Arak-arakan wisuda". Saat itu dijelaskan bahwa akan diperlukan panji, bendera, baliho, perform, dll. Usai penjelasan, seperti biasa, panitia berkata kepada kami,
"Saya ingin ada 6 orang yang menginterupsi saya."
Saya yang tentunya tahu bahwa itu adalah pertanyaan yang ditujukan untuk mencari PJ-PJ pun langsung angkat tangan. Dari awal saya ingin ikut berkontribusi dengan menggunakan pengetahuan saya akan tempat membeli kain murah dan beberapa hal lain yang saya pelajari dari pengalaman-pengalaman saya menjadi divisi logistik.
     
       Siapa sangka bahwa keberanian saya itu membawa pada kekacauan yang tidak bisa dibilang mudah diselesaikan. Deadline mepet, tugas individu (hampir)sama sekali tidak tersentuh karena terlalu terpikir bagaimana menyelesaikan tugas angkatan terlebih dahulu, dan yang paling menyedihkan, target amalan saya yang jauh dari baik.

       Semalam, teman saya bertanya sambil bercerita tentang kabar Ramadhan kami di masa-masa MBC ini. Well, memang benar, banyak yang beropini bahwa Ramadhan mereka kacau. Dan salah seorang teman saya bertanya,
"Gimana ya, supaya Ramadhan ini gak kacau? Apa tetep sepulang osjur jam 11 12 an gini mau lanjut nambah ibadah ya?"
Setelah basa-basi sedikit saya pun menjawab apa yang saya percayai benar,
"Menurutku pribadi, pertanyaan paling penting yang harus kita tanyakan untuk diri kita sekarang itu hanya satu. 'Sudah berapa kalikah kita menangis di masa-masa awal bulan Ramadhan ini?' Bulan Ramadhan adalah bulannya penyadaran. Justru akan sangat rugi kalau di bulan Ramadhan ini kita tidak mendapatkan penyadaran apa-apa."
 
       Penyadaran yang saya maksud di sini sangatlah luas. Ini tergantung pada setiap pribadinya. Penyadaran itu bisa seperti : 1) Refleksi yang membuat sadar dan sedih akan banyaknya dosa di masa lampau, 2) Refleksi yang membuat sadar akan betapa kita telah diberi kesempatan hidup sekian lama dan apa yang sudah kita lakukan? Apa tidak malu kalau masih belum berkarya?, 3) Refleksi akan bagaimana orang-orang yang tidak bisa makan selama ini telah merasakan derita kelaparan di setiap harinya, 1 tahun penuh, 4) Dan penyadaran-penyadaran lainnya.
Jadi, kembali lagi saya tanyakan kepada Anda,
"Sudah berapa kali kah Anda menangis di bulan Ramadhan ini?"

       Menangislah agar Anda tidak menjadi sesosok makhluk yang sombong dan lupa akan banyaknya kelemahan yang dimiliki, menangislah agar Anda sadar bahwa ada kekuatan di atas sana yang akan selalu membantu Anda bagaimanapun kondisi Anda, menangislah agar Anda diingatkan bahwa Anda 'hanya'lah seorang manusia dan jauh dari sempurna, menangislah agar Anda bisa terhubung kembali dengan impian-impian masa kecil Anda, menangislah agar Anda bisa berhubungan dan berkomunikasi dengan hati Anda lagi. Karena sesungguhnya menangis membuat Anda menjadi lebih manusiawi.
Share:

Saturday 6 June 2015

***lanjutan

***lanjutan
       Usai menonton pertandingan yang sangat menyenangkan itu, saya berjalan santai keluar dari kantin menuju ke ruang utama Salman. Baru saja saya selesai melepas sandal, tiba-tiba ada suara dari belakang, "Kak, Kak". Saya pun menoleh,

       Seorang akhwat berkerudung berdiri dengan tertunduk sekitar 1 meter di hadapan saya. Di dalam ingatan saya, Ia berwarna coklat, secara overall. Kerudung dan pakaiannya, agak lupa sih. Tingginya agak sedikit setara dengan saya. Saya sedikit surprised, what's the matter? Kemudian, ia menyodorkan tangannya dan menunjukkan sebuah SIM dan sesuatu yang berwarna biru. Woah, ternyata duit 50 rebu 2 buah, lumayan tuh. Setelah dipikir beberapa detik, aku teringat bahwa itu adalah SIM dan duit yang jatuh dari jaketku tadi ketika aku sedang dalam perjalanan. Emang sih, tadi jaket antibara-ku kulipet di tengah secara horizontal waktu kubawa, jadinya mungkin banget buat duit yang ada di bagian saku atas untuk jatuh.

"Ini, tadi jatuh". Kata beliau sambil menyodorkan kedua barang tersebut.
       Pikiran saya melayang, ada ya, beruntung usai mengambilnya saya masih sempat membalas dengan segera dengan sedikit senyuman, Biasanya aja, diem doang, telmi.
"Terima kasih banyak".
       Pikiran saya kembali melayang, tetapi tidak saya biarkan diri saya untuk melihat ke arah kepergiannya. Nanti terlalu kepikiran ke fisiknya lagi. Saya langsung berbalik badan lagi dan lanjut masuk ke masjid. Setelah itu, saya terpikir lagi tentang pengalaman saya barusan.
       Bagaimana rasanya ya akhwat tadi ketika tahu aku menjatuhkan uang dan SIM tadi? Apa beliau ragu-ragu untuk mengembalikan uang tersebut? Dia akhwat sedangkan saya ikhwan.
       Bisa aja duitnya dia ambil, atau bisa juga dia membiarkan orang lain untuk mengambilkannya untuk saya.
       Belum lagi, apa yang akan ia lakukan semisal saya sudah terlanjur masuk ke dalam masjid? Apa dia akan menunggu di selasar teh yang terletak di antara kantin Salman dan tempat masuk ke masjid, atau akankah ia menitipkannya di tempat penitipan barang-barang kehilangan?

       Yah, sudah lah. Alhamdulillah. Terima kasih banyak :). InsyaAllah kamu akan kukenang, walau hanya lewat tulisan. Karena bagi saya, karakter yang berbuah pada perbuatan itulah yang menarik hati dan patut diapresiasi dari seorang wanita.

       Saya pun teringat juga bahwa tadi sebelum saya ke kantin untuk menonton pertandingan bulu tangkis BCA Indonesia Cup, saya juga menemukan uang 50 ribu di lantai tempat yang sangat berdekatan dengan tempat saya menerima kebaikan tadi. Alhamdulillah, sepertinya itulah juga bentuk balasan nyata dari Allah. Bayangan akan 100 ribu yang hilang dari kantong saja sudah cukup membuat panik, apalagi semisal SIM juga hilang. Wuuh, saya sampai sekarang masih belum memfotokopinya, gimana saya akan mengurus kehilangannya?

Sekian.
Share:

Keberanian yang Ditampakkan

6 Juni 2015

       Kemarin, (untungnya) saya menonton para pemain Badminton Indonesia berlaga dalam BCA Indonesia Open, numpang sih, di kantin Salman. Ketika saya datang, perwakilan tunggal putri Indonesia sedang bermain melawan tunggal putri Thailand. Pukulan-pukulan keras dari pemain Indonesia dilancarkan dengan baik, tetapi sayang lawan sudah bisa mengatasi permainan-permainan seperti itu, Sedangkan pemain Indonesia sendiri kewalahan dengan cara bermain pemain Thailand yang memberikan bola yang sering berganti-ganti arah ke kiri dan ke kanan, not to mention that the ball that she sent often goes downward(menukik). Akhirnya game berakhir 2 set dengan skor yang cukup miris, 21-7, 21-6. Sebuah hasil yang menurut saya jelas menunjukkan perbedaan kelas dari kedua pemain yang berhadapan.

       After the game's over, saya langsung lanjut menonton permainan M. Ahsan/Hendra Setiawan melawan perwakilan ganda putra dari Jepang, Permainan yang fantastis, menurut saya. Pace yang cepat dan smash menukik yang terkadang sulit untuk dikembalikan oleh pasangan Jepang membuat saya merasa wuu, wiii, kereen. Yaa, kira-kira begitu lah. Saat permainan baru berlangsung sekitar 25 menit, tiba-tiba terdengar suara pengeras suara dari Masjid Salman mengingatkan bahwa waktu Shalat Maghrib tinggal 10 menit lagi. Saya sedikit sedih karena tidak bisa melihat kelanjutan permainan badai mereka. Yah, walaupun terkadang mereka masih suka melakukan kesalahan-kesalahan trivial(sepele) tetapi berdampak pada perolehan poin lawan seperti smash yang terlalu menukik, bahkan sekadar service yang tidak sampai lewat net. Ironis memang. Tetapi sepertinya memang sebuah kesalahan yang sudah melekat pada profesional akan sangat sulit untuk dihilangkan. Seperti kata pepatah, "Belajar di masa mudah itu seperti menulis di atas air, sedangkan belajar di masa tua itu seperti menulis di atas batu". Sebuah kesalahan yang sudah dibawa oleh seseorang yang sudah profesional akan sangatlah susah untuk diubah, seperti 'menulis di atas batu'. Akhirnya, ketika adzan berkumandang, saya meninggalkan pertandingan ganda putra tersebut ketika game pertama sudah akan berakhir.

       Usai menonton pertandingan yang sangat menyenangkan itu, saya berjalan santai keluar dari kantin menuju ke ruang utama Salman. Baru saja saya selesai melepas sandal, tiba-tiba ada suara dari belakang, "Kak, Kak". Saya pun menoleh,
Share: