Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Saturday 24 February 2018

Orang-orang yang Kita Sayangi

Dalam hidupku,

Aku menemukan bahwa dalam hidup ini ada orang-orang yang berharga untuk aku sayangi. Orang-orang yang mungkin masih belum mengerti banyak tentang kejamnya dunia luar, atau bahkan sisi kekejaman atau kekerasan yang kumiliki, yang sebagian kupelajari dari dunia luar.

Aku masih ingat perkataan di salah satu buku yang kubaca, dari seorang biksu kepada seorang perempuan desa. Secara tidak langsung perkataannya adalah seperti ini,

"Otsu, aku sesungguhnya berharap bahwa orang setulus dan sebersih engkau tidak merasakan kejahatan yang ada di dunia ini. Tapi, ternyata engkau masih juga merasakan bagaimana pahitnya dibohongi oleh lelaki yang katanya berjanji akan menikahimu."

Dalam hidup ini, sebagai laki-laki, ada memang orang-orang berkepribadian bersih yang mungkin aku, atau mungkin kamu juga menemukannya. Orang yang kita sangat berharap agar ia bisa terjaga. Itu bisa adik kita, atau teman dekat kita.

Terkadang kita akan melindunginya dengan cara-cara berikut,

"A', aku denger dari temen tentang aaa(sesuatu semisal yang gak baik untuk dicari lebih lanjut). Ini teh apa ya? Bisa jelasin ga, A'?"

Terus kita jawab sekenanya tanpa mau memberitahukan apa itu sebenarnya. Atau,

"Haw, sebenarnya aku pernah diliatin sama temenku kayak gituan lho dulu waktu kecil. Pas SD, ditunjukin di depanku. Aku langsung kabur dan trauma. Parah ya."

Terus kita mencoba menenangkan dengan mengatakan bahwa itu gak banyak kejadiannya.

Pada satu titik kita tidak ingin dia tahu bahwa ada kejahatan di dunia ini. Kita ingin agar hidup dia indah sebagaimana keindahan dan kebersihan kepribadiannya. Agar tidak ada yang mengusiknya. Tapi, saat dia mengetahui tentang 'aaa' tersebut, sebenarnya kita juga sadar bahwa ternyata lingkungan dia telah mengajarkan tentang kejahatan tersebut. Kita ambil contoh sederhana, 'aaa' = 'pemerkosaan'. Atau contoh-contoh lain. Sesuatu yang kita tidak harapkan agar ia ketahui.

But, it just doesn't work. 

We know it doesn't, or might not, work. But we just do it. Kita tetap mengalihkan topik. Kita tetap tidak mau menjawab. Kita terus berharap bahwa dia gak akan terpapar dengan hal-hal yang mungkin akan mencederai kebersihan hatinya.

We want to wish that they're safe. 

But..
Share:

Wednesday 14 February 2018

Modus

Perbuatan yang Mengikuti Niatnya


       Ada sebuah kutipan yang aku masih sangat ingat sampai sekarang, kutipan ini kudapat dari salah satu pemateri favoritku, Ust. Hanan Attaki.

"Bagaimana kamu bisa mendapatkan bayangan yang lurus jika tiangnya saja sudah bengkok."

       Apa yang membuat beliau spesial adalah dalam menyampaikan pesannya, beliau suka menggunakan pendekatan dari hati ke hati. Termasuk juga dalam kutipan ini. Beliau saat itu sedang menyampaikan tentang akan buruknya suatu perbuatan yang seseorang lakukan jika dari niatnya saja sudah salah.

       Akhir-akhir ini aku mengikuti sebuah seleksi beasiswa. Seleksi ini juga membutuhkan surat rekomendasi dari tokoh kampus/non-kampus. Awalnya aku berpikir tentang teman-teman laki-laki yang aku pernah dekat atau pernah meminta bantuan. Sampai pada suatu titik, aku terpikir, kenapa tidak meminta masukan dari temen-temen yang perempuan aja sekalian? Mungkin mereka punya sudut pandang yang berbeda akan performaku, akan kepribadianku, dll.

       Tapi, tak lama berselang, godaan setan itu datang. Apa yang awalnya hanya kuniatkan untuk meminta masukan agar aku tahu bagian mana dari diriku yang harus di-improve, sedikit bergeser. Ada alasan lain yang ingin diakui. Modus. Bahasa orang jaman sekarang mah. Sampai aku bingung, baiknya gimana ya. Untungnya, aku teringat akan kutipan ini.


       Dalam keseharian kita, apa yang kita lakukan hanyalah seperti sebuah bayangan. Bayangan dari sesuatu yang ada di dalam diri kita, sebab-sebab yang mendorong kita untuk melakukan perbuatan. Ibadah, kebaikan, senyuman, termasuk juga kejahatan, kebohongan, semua yang kita lakukan adalah ibarat titik gelap terusan dari apa yang ada dan mendekam di dalam hati kita.

       Aku sendiri, dalam melakukan sesuatu yang bernilai kebaikan, biasa diajari untuk mengawali dengan membaca beberapa kalimat sekaligus (meskipun kadang lupa dipraktekin juga sih). Yang dibaca adalah, ta'awudz, basmalah, dan hamdalah. Ini sebagian kudapatkan dari temanku, dan dari guru-guruku, termasuk Aa Gym. Ta'awudz, meminta perlindungan kepada Allah dari adanya niat lain yang mungkin masuk dan merusak nilai kebaikan dari apa yang kulakukan. Basmalah sebagai bukti pernyataan bahwa ini kulakukan dengan mengharapkan kebaikan yang datang dari-Nya. Hamdalah sebagai bentuk syukur karena tidak semua orang tergerak untuk melakukan kebaikan.

       Balik lagi ke masalah niat tadi. Ini gak cuman berkaitan sama meminta surat rekomendasi tentunya. Ada banyak kegiatan lain yang mudah bagi kita untuk bisa salah niat dan akhirnya malah melakukan perbuatan yang barangkali malah membuat orang risih. Seperti memberikan sesuatu dengan sikap seolah tak ikhlas, atau melakukan kebaikan tapi sambil mengumpat orang lain yang tidak melakukan kebaikan yang sama. Atau hal-hal lain seperti ingin melakukan kebaikan untuk dianggap sebagai seseorang yang berarti. Padahal kalau kata guru mah, lebih mending kelihatan berarti di hadapan manusia, atau di hadapan-Nya?

       Maka, balik lagi. Dalam melakukan apapun, yuk mari kita coba cek lagi niat kita. Apa maksud dan keinginan terdalam kita. Ketahuilah bahwa ketika niatmu masih ada bengkoknya, masih ada modus untuk mendapatkan perhatian manusia di dalamnya, itu akan tampak dalam perbuatanmu. Kamu sadari atau tidak, akan ada yang merasakan. Sepintar-pintar kamu menyembunyikannya, akan ada yang mengetahui, mungkin itu aku yang sedang menuliskan ini, orang lain, dan yang jelas mengetahuinya, Dia yang Maha Mengetahui.
 
sumber gambar :
https://pxhere.com/id/photo/975472
Share: