Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Sunday 16 September 2018

Rencana Konsep Keluarga - part 1 : Kejujuran

Kukira aku sudah saatnya untuk mulai memberikan definisi, batasan, dan antisipasi terhadap apa yang mungkin kuhadapi pada tahap kehidupanku selanjutnya yang tampaknya makin dekat. Jika aku masih memiliki kesempatan untuk melewati waktu yang dekat ini, tentunya.

Aku sangat suka dengan buku karangan Kurniawan Gunadi, Mas Gun. Di dalamnya aku menemukan beberapa hal menarik. Dan kurasa akan ada salah satunya yang akan kugunakan juga. Tentang kejujuran.

Semenjak aku mengenal konsep vulnerability dan worthiness, aku belajar untuk menjadi seseorang yang bisa menghargai diriku sendiri. Dimana agar aku bisa menghargai diriku, aku harus benar-benar tahu apa yang berharga pada diriku. Tentunya saat aku melihatnya aku juga akan menemukan berbagai ketidakberhargaan dalam diriku. Tapi, itu gapapa. Lebih baik aku fokus di apa yang berharga.

Untuk bisa melihat diriku sendiri dalam kebaikan dan keburukannya, ada satu prasyarat penting, yakni kejujuran.

Kejujuran berarti menerima apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan diri sendiri. Tidak melawan kenyataan. Tidak menyalahkan apapun ataupun siapapun.

Kejujuran berarti berani bertanggungjawab akan setiap kekurangan yang kumiliki, saat kekurangan itu muncul dan membuat permasalahan terhadap diriku sendiri ataupun orang lain.

Kejujuran pula lah yang membuatku berani untuk menyatakan bahwa aku bukan orang yang sempurna. Lalu mengomunikasikan kepada orang lain terkait hal tersebut, serta memberitahukan apa rencana yang telah kumiliki seandainya suatu ketika kekuranganku ini menghambat ataupun mengganggu orang lain.

Bukankah itu berat?

Menerima diri sendiri.

Itulah yang ingin kumiliki, kami miliki, dalam sebuah keluarga yang nanti akan kubentuk. Sudah cukuplah kita sekeluarga menggunakan topeng ketika berada di luar rumah hingga kita lupa esensi kehidupan pada akhirnya adalah kita yang akan ditanyai sendiri-sendiri di alam selanjunya. Sehingga seringkali tak perlu lah kita selamanya menggunakan topeng untuk menyenangkan orang lain.

Mari kita di rumah saling menatap satu sama lain dengan wajah apapun yang kita miliki. Sayu, sedih, kecewa, atau mungkin senang pun juga, bahagia, antusias. Mari kita tunjukkan diri kita apa adanya. Saat sedih semua, kita coba berbagi tawa. Saat senang semua dan ada yang tidak, mari kita mencoba untuk bertenggang rasa dan memberi ruang kesedihan dalam diri kita agar yang sendiri tidak merasa ditinggal.

Mari kita bercerita. Bertutur kata tanpa penutup yang menutupi makna sebenarnya. Mari kita saling menerima keadaan satu dengan lainnya. Mari kita menjadi keluarga yang sepenuh hati kita dalam menjalani kehidupan setiap harinya.

Keluarga. Kejujuran.
Share: