Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Wednesday 17 July 2019

Sebuah Mimpi Flashback tentang Komitmen : Dimana Mulutmu?

       Pagi ini aku bermimpi, back to school, back in business. Sekolah yang telah mengubahku 180 derajat. Menjadi seseorang yang benar-benar berbeda, melalui proses MOS nya, dan pelatihan menjadi panitia MOS. Dan tadi aku bermimpi tentang berselah setahun setelah kami selesai menjadi panitia MOS.

        Aku gatau gimana, tapi setting tempatnya bukan di Smala, tapi di Spensix. Sekolah ini kecil kalau dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain. Hanya ada satu lapangan yang bisa digunakan untuk main bola, atau acara-acara. Walaupun di sampingnya ada ruangan beratap yang menghubungkan antara mushola dan ruang guru. Selain itu, tempat ini tinggi. Ada tiga tingkat yang diisi oleh kelas-kelas, laboratorium, perpustakaan, dan di sela-sela kelas biasanya akan ada kantin yang menjajakan makanan yang benar-benar enak. Kukira tempat ini muncul lagi dalam mimpiku karena baru saja beberapa minggu yang lalu aku mengunjunginya.

       Di mimpi itu, aku sedang berada di salah satu pojok dari lapangan. Sedang ngobrol berdua sama seorang temen, ga jelas siapa. Kayak bawa proposal/laporan gitu, kami ngobrol, askar apa ya. Tiba-tiba, kami disapa sama Ketua OSIS Smala yang baru, dia kayak baru keluar dari rapat gitu. Bareng sama wakilnya, cewe berkerudung. Dia nyapa, dan kami saling tos.
Terus mereka jalan ke ujung seberang yang satunya, deketnya labkom yang dulu. Disana ada beberapa anak yang lagi kek berantem-berantem bercanda gak jelas. Kek pukul-pukulan, ketawa-ketawa, gitu lah. Lima (atau empat ya?) orang. Baju mereka acak-acakan, bagian bawa bajunya udah keluar-keluar dari celana, ga rapi banget lah. Padahal sebagian besar aku kenal. Ada Toni P8, Amun IPS, Tekung Xentury, sama Renan IPS kalo ga salah. 

       Terus mereka disamperin lah sama ketos dan wakilnya ini. Entah kek dibilang mau ada acara, harap agak kondusif dikit. Atau diajak buat ikut acara bareng sama siswa yang lain, atau gimana. Sampe mereka nurunin standar, ya udah lah ga usah ikut acara, tapi mbok ya tolong jangan di situ kalau bercanda-bercanda yang gak bagus dicontoh gitu. Penampilan awut-awutan, dsb. Awalnya ngobrol baik2, tapi lama-lama sampe harus disemprot pake aer selang sama si waketos yang cewe ini. Kek mau ngusir banget. Tapi masih juga bertahan di sana mereka. Sampe akhirnya pasangan ketos waketos ini pasrah, ah yaudahlah suka-suka mereka.

       Aku yang ngeliat ini pun panas. Hedeh, ini perasaan mereka dulu panitia MOS yang suka ngajarin tepat waktu, atribut harus lengkap, pakaian harus rapi, penjaga nilai banget lah. Kok malah jadi kacau gini. Somehow, di mimpi aku marah banget. Langsung teriak kenceng. 

“WOOOII!”

Langsung jalan kenceng ke mereka. Sambil ngelempar proposal yang udah kulipet jadi silinder ke arah mereka. Gak kena.

“Kalian ngapain sik!”

Begitu sampe di depan mereka aku langsung nendang perut si Rio saumun yang waktu itu posisinya lagi geletakan di bawah. Nendang pelan, trus ngangkat badannya sambil bilang,

“Sorry mun.”

(Maksudnya nendang cuman buat dramatisir aja kok, gak beneran nendang kenceng.)

Terus kuceramahin.

Kalian ini ya, gak lihat apa ini panitia lagi pengen menenangkan kondisi. Lagi pengen mau ngadain acara. Mereka lagi cari orang buat hadir di acara, termasuk ngajakin kalian. Kalian malah gini aja, ketawa-ketawa bercanda, udah bantuin belom?!?

Aku tau sekarang itu mungkin baru sekitar setahun setelah kita jadi panitia MOS (di mimpi sih lagi kelas 3 SMA). Tapi masak kalian udah gak kuat memberikan contoh yang baik sih?!?
Woi, tolong lah. Dimana mulut kalian?!?!?!

(sambil teriak mataku sampai basah, hampir nangis. Dan kayaknya ada di antara mereka yang hampir nangis juga.)

 — terbangun.

Di sholat Isya’ kemarin, imam sholat kami baru aja baca surat As-Shaff ayat 1–4. Dimana, ayat 2 nya berisikan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ

Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ lima taqụlụna mā lā taf’alụn 

Arti: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”


       Dan malemnya, aku mimpi, eh well pagi sih, tentang ini. Jadi inget banyak hal, cuman aku jadi sadar untuk ingat terus akan komitmen, melakukan apa yang diucapkan, walaupun berat.

       Ketika aku teriak mulut kalian itu aku hampir nangis. Karena aku tahu juga beratnya beban yang ditimpakan ketika aku menjadi seorang panitia MOS, bahkan selepas itu. Ada sebuah frasa yang kudapat selama masa pelatihan panitia MOS tersebut,

       Seorang pendidik itu tidak akan pernah berhenti dilihat oleh yang dididik. Kalian akan terus menjadi tolak ukur bagi yang kalian didik, maka dari itu, teruslah jaga kehormatan dan wibawa seorang pendidik tersebut. Kira-kira begitu.

       Aku tahu, berat untuk terus berusaha rapih. Memberikan contoh yang baik, all and all. Menjadi pribadi yang baik. But, guys, don’t give up, please. Untuk masa depan adik-adik kita yang lebih baik.

Catch ya later.

Nagoya, Jepang
17 Juli 2019
Share:

Sunday 14 July 2019

Menjadi Kreatif atau Berbeda?

       Sebagai seorang yang terkadang memiliki ledakan gagasan-gagasan, tentu memberikan penghargaan terhadap gagasan sendiri merupakan sebuah tantangan tersendiri. Seringkali jika orang lain menganggap gagasan kita aneh, konyol, geje, jayus, gak relatable, terlalu jauh, gak feasible, ga memungkinkan, dsb, seorang ideator sepertiku mungkin akan merasa gak pede. Sehingga kedepannya kita mungkin akan lebih ragu-ragu untuk mengungkapkan pikiran-pikiran kita, dan boleh jadi kitalah yang akan menjadi kritik paling keras terhadap gagasan-gagasan kita. Dan kita pun akhirnya berhenti berpikir dan menggagas ide.

       Aku bersyukur aku pernah belajar tentang kreativitas dari sebuah lembaga pelatihan kreativitas yang kek lagi promo di SMA-ku di Surabaya. Sayangnya, aku lupa nama lembaganya apa, padahal dia udah ngebantu mengubah hidupku banget dengan mengajarkan konsep kreativitas. Well, aku sendiri pernah menggunakan metode yang mereka gunakan pada sebuah seminar desain untuk memahamkan kepada para peserta bahwa kita jangan terkaburkan oleh definisi dari kreativitas di pasaran. Bahwa kreatif itu idenya gak dipikirkan oleh orang lain sama sekali, kreatif itu artistik, kreatif itu bisa memecahkan semua masalah. Bukan, boy. Yang kupelajari, menjadi kreatif itu berarti menjadi orisinal.

Sekarang, apa maksudnya kata-kata tersebut?

       Ya, dalam kelas pelatihan kreativitas waktu itu, peserta yang mendapatkan hadiah adalah mereka yang memilih menggambar sesuatu yang menurut mereka itu pengen mereka gambar, lalu gak ada peserta lain di seminar yang menggambar ide itu. Makin sedikit yang memiliki ide itu, berarti dia makin orisinal, bener-bener ide dia gitu loh. Dipikir, tapi gak mengikuti arus pemikiran pasaran atau orang-orang pada umumnya.

       Dari kelas itu aku sangat mendapatkan pelajaran tentang bahwa kamu dengan ide mu itu sesuatu yang luar biasa. Bukan sebuah kebutuhan untuk mencoba menggunakan cara kreatif orang lain, atau mencoba ide yang mirip dengan ide orang lain agar bisa jadi kreatif. Itu malah melenceng dari makna kreatif itu sendiri. Kreatif adalah sebuah jalan yang kamu tempuh untuk mengekspresikan dirimu sendiri, dan kamu mengambil jalan itu sendiri tanpa berpikir apakah orang lain akan ada yang mengikuti jalan ini atau tidak. Kan kadang kita berpikir gini,
Wah, kenapa ya di jalan ini aku yang paling depan? Di depanku gak ada siapa-siapa, jangan-jangan aku salah jalan lagi.

       Santai, mabro. Memang pada dasarnya jalan kreatif adalah jalan yang kita rakit, kita pahat, kita sketsakan dengan cara kita sendiri. There’s no quick simple creative way for you that’s made from someone else’s creative way, it just doesn’t work like that. Your creative path is yours to walk into, and yours to pave the path. Kamu sendiri yang bikin jalan itu, dan kamu yang melewatinya.
Tapi, memang, aku kadang terpikir dengan sedikit gelisah. Tentang kreativitas, diri atau gagasan-gagasan yang seperti salah zaman. Inget aja contohnya tentang galileo, beride tentang alam semesta dan berujung dipenjarakan. Atau Einstein dan e sama dengan emse kuadrat-nya. Atau Rasulullah ketika bermimpi bahwa Islam akan menaklukkan Persia dan Roma, dan Konstantinopel. Sebuah pandangan-pandangan yang unik, orisinal, tidak pernah terpikirkan oleh orang lain sebelumnya, tapi hampir tidak ada orang yang paham. Seriously. Gak ada yang bisa memahami semua pernyataan mereka-mereka itu, setidaknya saat itu. Tapi gagasan-gagasan itu baru mulai terbukakan jalannya setelah beliau-beliau itu wafat. Penerusnya mulai terstimulus dengan ide tersebut, mulai menelusuri bagaimana membuat gagasan tersebut menjadi kenyataan, dan berpegang teguh percaya sampai mati bahwa suatu saat gagasan itu akan menjadi kenyataan, atau gagal sama sekali. But, it doesn’t matter. Gagasan itu mungkin tidak sepenuhnya logis, realistis, mudah untuk dijadikan kenyataan, tapi gagasan itu memberikan arti pada kehidupan setidaknya seseorang, dua orang, hingga jutaan manusia. Seperti mungkin Elon Musk sekarang? Eh, lagi skandal ya, yang kemarin-kemarin deh. Gagasan untuk membuat perumahan di Mars. Coba liat disini deh,

https://www.youtube.com/watch?v=b0ldMakvcyw
       Oke, tapi aku gak cuman akan bahas tentang gagasan kreatif yang bisa bertahan. Tapi, juga tentang diri kreatif dengan segala fisik ataupun non-fisiknya. Cuman, mungkin akan berlanjut di part 2 yaa, udah terlanjur terdistraksi hehe :D
Share: