https://supramistik.files.wordpress.com/2012/07/masjid-kubah-emas-depok_01bayugmurti1.jpg |
Salah satu titik perubahan penting dalam perjalanan hijrahnya adalah momen-momen bulan Ramadhan. Baginya, bulan ini spesial. Bulan ini adalah saat dimana ia membuat kejaran-kejaran terkait hijrahnya. Target yang selalu ia canangkan adalah,
" Membuat notulensi x/30 kajian tarawih yang kuikuti. "
Rasanya sangat berbeda dari orang-orang di sekitarnya. Yah, rasanya ia tak pernah melihat ada seseorang yang mencatat hikmah kajian tarawih pada masjid yang sama dengannya. Mungkin orang lain membuat kejaran ingin tilawah 2x khatam, atau 3x. Kalau dirinya tidak. Dia hanya berharap bahwa semua ilmu yang ia terima dalam satu bulan penuh bulan Ramadhan ini bisa terserap dengan baik dan bisa ia putar ulang lagi di masa depan saat ia membutuhkan ilmu dan sentuhan Islam.
Dalam salah satu kajian itu, ia ingat pernah mencatat pesan penting seorang penceramah. Tentang parameter kesuksesan bulan Ramadhan. Beliau berpesan bahwa salah jika kita mengira bahwa bisa khatam Qur'an selama bulan Ramadhan berkali-bali, menambah hafalan sekian juz, jadi rajin ke masjid, shalat qiyamul layl rutin, semua amalan itu saja yang menjadi penanda kesuksesan seseorang dalam bulan Ramadhan. Bukan itu saja. Sesungguhnya, Allah lebih mencintai amalan hambanya yang sedikit, tetapi istiqomah. Amalan yang meskipun hanya khatam 1x saja, tapi itu bisa ia pertahankan hingga bulan Syawal, bahkan bulan-bulan setelahnya hingga Ramadhan menjemput kembali.
Saking seringnya mendengar pembahasan tentang taqwa, ia jadi hapal di luar kepala definisinya. Dari sanalah, ia mulai menurunkan kejaran-kejaran amalan bulan Ramadhannya, plus dari rasa penyesalan dan dorongan perubahan dalam dirinya. Ia paham, bahwa taqwa bukan hanya tentang memperbanyak amalan shaleh, tetapi juga tentang mengurangi perbuatan yang membawa pada kerusakan. Maka, dimulai dari bulan Ramadhan itulah, ia mulai berhenti berkata kotor, memaki-maki orang, mengorbankan alunan lagu yang ia sukai demi memperbanyak tilawah dan hafalan. Rasanya lucu, mengingat pada beberapa Ramadhan sebelumnya, sebelum ia mendapat hidayah dari-Nya, sering ia pamit kepada orang tua nya hendak itikaf di masjid. Padahal, ketika waktu paket jam malam dari warnet langganannya telah dimulai, yakni pukul 21.00, ia segera menyudahi tilawah dan itikaf -nya dan bersegera mengubah lokasi 'itikaf ' dan aktivitas nya(baca: main game) hingga pagi menjelang, tentunya tak lupa sahur juga. Rasanya jahiliyah sekali. Dari dulunya yang seperti itu, sekarang ia sudah lebih mampu untuk menerapkan definisi taqwa. Memang, hidayah ada di tangan Allah.
Pada Ramadhan selanjutnya, ia sudah lebih dewasa. ..
- - - - - - - - - - - - - -
Berlanjut di : Hijrahku, Maharku - part 3
0 komentar:
Post a Comment