KBBI :
oleh-oleh /oléh-oléh/ n sesuatu yang dibawa dari bepergian;
buah tangan:
Mengutip pepatah terkenal,
"Gajah mati meninggalkan gading harimau mati
meninggalkan belang."
Katanya yang pergi pasti akan meninggalkan sesuatu. Entah
saat pergi, atau saat pulang. Meski sebenarnya menurutku itu terkait sudut pandang
saja. Saat seseorang meninggal, ada yang menyebutnya sebagai "pergi dari
dunia", atau "pulang ke alam sana". Ya, hanya tentang sudut
pandang saja. Tentunya kita tahu, salah satu kebiasaan yang biasa dilakukan
saat seseorang telah pulang, atau dalam sudut pandang lain, baru pergi adalah
memberi oleh-oleh.
Sebentar lagi.. akan ada yang pergi dari keseharian kita.
Lalu, apa kita sudah mendapatkan oleh-olehnya? Seperti catatan kemarin pada
catatan harian yang biasa kubuat,
"Kesadaran apa yang sudah kita dapatkan, yang akan
membedakan kita semenjak kepergiannya hingga datangnya lagi?"
Apa, apa yang sudah kita sadari? Apakah kita sudah sadar
bahwa ada orang yang untuk makan saja sampai sudah melupakan gengsi nya? Berat
lho ninggalin gengsi itu. Bayangin kamu pake baju badut, terus nyetel lagu
dangdut, di pinggir jalan sampai bikin orang yang ngeliat cuman bisa merengut?
Nih orang ngapain. Mungkin kita baru tau jawabannya saat ngeliat kalo di
kakinya ada sebuah gelas minum berukuran agak besar, pertanda minta diisi
dengan koin. Bayangin kita ngelakuin itu hanya demi sesuap nasi untuk buka,
atau sahur, untuk kita atau untuk anak kita. Sedangkan kita.. (isi sendiri)
Apa yang kita sudah sadari? Apakah kita sudah sadar bahwa
hidup ini cuman senda gurau? Bahwa banyak teman-teman kita yang di siang hari
nya dia mungkin tertawa bersama kita, tetapi di malam harinya bisa jadi dia
menangis sejadi-jadinya di dalam sujudnya maupun bangunnya. Bukan karena ia
bermuka dua, kita semua tahu, bukan itu. Teman-teman kita itu, biasanya sudah
sadar bahwa hidup ini hanya persinggahan sementara. Jika memang mereka harus
ikut tertawa dengan kita yang masih sering lupa, ya tentunya mereka akan ikut
tertawa. Tetapi di saat malamnya mereka menjelma menjadi diri mereka yang
mereka sangat berharap itu menjadi diri mereka yang sesungguhnya. Seperti kata
pepatah, "Siangnya seperti prajurit, malamnya seperti rahib."
Siangnya adalah untuk dunia, tetapi malamnya adalah sungguh-sungguh untuk paska
dunia.
Apa lagi yang sudah kita sadari? Oh, tidak. Apalagi
penyadaran yang sudah (ku)kita dapatkan pada Ramadhan ini?
Akankah penyadaran-penyadaran ini bertahan hingga kita
bertemu dengannya lagi? Akankah ia membekas dan memberi makna baru dalam
kehidupan kita?
Atau jangan-jangan, Ramadhan ini hanya merupakan seperti
Ramadhan sebelum-sebelumnya, saat kita masih spiritually childish, masih kekanak-kanakan,
masih belum ngeh ketika ada yang bilang "pemaknaan hidup", atau
"mencapai derajat takwa", atau "menangisi dosa-dosa".
Ramadhan yang tidak memberikan kita oleh-oleh, pun kenangan apa-apa.
Allah, adakah oleh-oleh Ramadhan kali ini menjadikan
hidup(ku) kita lebih bermakna?
0 komentar:
Post a Comment