Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Monday 12 June 2017

Hijrahku, Maharku - part 3.1 : Jangan Mencari Materi, Carilah Esensi


(continued) ..

"Menggali lebih dalam ke dalam jurang lumpur tempat manusia mencari jati dirinya."
       Pertanyaan ini adalah pertanyaan sangat besar yang ia temukan semenjak ia belajar untuk meninggalkan hal-hal dinamis untuk menjadi pemenuh hasrat kebutuhan hidupnya. Ia terus mencari dan mencari. Allah, apa jawabannya?

       Akhirnya ia mencoba beberapa pilihan, termasuk mencukupkan dengan musik instrumental + bacaan quran. Untuk game ia beralih ke satu game saja, DOTA. Atau hanya mengikut satu manga tertentu saja tanpa perlu mengikuti semuanya. Ia ingin menggali lebih dalam dari sesuatu yang tidak banyak berubah. Mencari kepuasan bukan dari perubahan unsur penyusun materi nya, tetapi dari ruh, esensi dari apa yang ia miliki.

       Usut punya usut, setelah lama ia menjalaninya, ternyata.. petunjuknya ada pada pertanyaan itu sendiri. Kinda weird, isn't it?

Pertanyaan yang awalnya, apa yang bisa mencukupi segala kebutuhan?
berubah menjadi,  

Mengapa diri ini harus merasa cukup?

       Kesadaran itu menghantamnya perlahan tetapi pasti. Eventually, this is where the devil lies 'Disini tempat setan berada'. Ketidakcukupan versus ketercukupan adalah sebuah permasalahan mindset yang ideally sebenarnya sama sekali tidak berhubungan dengan materiil yang ia miliki pada suatu waktu. Apa yang ia miliki dulu, playlist lagu dan musik, game, duit, atau di masa depan tentang harta, kecantikan istri yang pas-pasan, jabatan, semua itu tidak berhubungan sama sekali dengan "rasa cukup". Cukup adalah tentang mindset. Saat ia bisa menerima keadaan dengan apa adanya dan hanya berkata,

"Alhamdulillah, bagiku ini saja sudah cukup."

       Maka, sesungguhnya itu sudah menjawab perasaan kebutuhan-kebutuhan akan hal-hal dinamis di dunia ini, if only one thinks deeply and thoroughly about this.

Adapun beberapa tahapan penyadaran yang mengantarkannya kesana adalah :

1) Kesepian vs Kesendirian (Loneliness vs Aloneness)
Konsep ini adalah konsep yang kental dengan bau Budha yang ia temukan saat sedang dalam proses pencarian.  

       "We are born alone, and we die alone. Kita adalah entitas yang terpisah satu sama lain. Orang paling bahagia atau merasa cukup bukanlah orang yang secara fisis tampak tidak kesepian, ditandai dengan punya pacar banyak, selalu punya teman ngobrol lawan jenis. Bukan. Orang paling bahagia justru adalah orang yang bisa dance in their aloneness. Mereka menari dalam kesendiriannya. Saat ada orang lain yang menemani mereka 'menari' dalam menjalani kehidupan, mereka hanya teman. Ada dan dengan tidak adanya mereka, ia masih akan tetap menari. Akan terus bekerja, membuat karya, mengabdi pada masyarakat. Itulah orang-orang yang tidak kesepian. They appreciate their own uniqueness, their identity. From that self-awareness, they came to appreciate others' uniqueness and identity."

2) Rasa Ketidakpantasan vs Penerimaan Diri ('Not good enough' vs Self-Acceptance)
Konsep ini ia pelajari terutama dari seorang peneliti sosial yang ia temukan presentasinya pada salah satu forum ternama tempat orang berbagi ide.

       "Saat kita melihat orang lain dengan segala pernak pernik kehidupannya, seringkali muncul di dalam diri kita perasaan tidak cukup. Ah, kenapa ya gue cuman punya ini dan itu, sedangkan dia, punya banyak yang lain. So you become a comparing person. Seseorang yang suka membanding-bandingkan diri tak akan pernah merasa cukup dengan apa yang ia miliki. Atau  justru sebaliknya, tak akan pernah pula ia merasa pantas untuk apa yang ia miliki sekarang.

       Sesederhana semisal kita punya jabatan A, lalu kita membandingkan dengan pendahulu kita, tiba-tiba muncul rasa minder atau malu. Dari sana, mulai lah datang rasa kurang pantas, muncul sisi apologetic seperti 'maaf ya, aku nggak sebaik kadiv tahun lalu.'

       Padahal, pertanyaannya justru satu, ngapain banding-bandingin diri sama orang lain? Ini penanda bahwa kita masih belum bisa menghargai keunikan kita sendiri. Bahwa pendahulunya punya kelebihan maupun kekurangan tersendiri, kita pun pasti begitu. Hanya orang yang sudah bisa lolos dari kedalaman jurang perdebatan dengan diri sendiri di konsep ke-1 di atas yang akan sanggup mengatasi konsep ke-2 ini dengan baik.

       Salah satu bahasan paling ia sukai adalah tentang kerentanan (vulnerability). Pembicara paling favoritnya menekankan, 'These people are different. They didn't talk about vulnerability being weakness. They just believe that what made them vulnerable, made them beautiful.' Bahwa seringkali kelemahan seseorang justru menjadi titik keindahannya, inspiratifnya. Benar-benar konsep yang menenangkan."

----

       Dua konsep. Dua konsep yang ia pelajari semenjak bulan Ramadhan masa SMA nya sebagai bekalnya untuk memulai perubahan meninggalkan maksiat dan mulai merasa cukup dengan memperbanyak ibadah, atau semakin mendekatkan diri kepada Allah.

       Alhamdulillah, ia menjadi mengerti mengapa jawaban-jawaban di atas menjadi sangat penting. Akhirnya ia sadar bahwa pada dasarnya, ibadah itu ya itu-itu saja, statis. Tidak ada update, atau fitur-fitur yang bisa di-unlock saat ia sudah sampai di 'level' tertentu. Beda dengan game, dengan manga, atau dengan apapun yang selama ini telah ia jadikan pemenuh kebutuhan mental maupun spiritualnya. Ibadah, jauh lebih dalam lagi, adalah tentang esensi. Esensi menjadi seorang hamba di hadapan Tuhan-nya.

- - - - - - - - - - - - - -

Berlanjut di : Hijrahku, Maharku - part 4
Share:

0 komentar:

Post a Comment