Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Sunday, 11 June 2017

Hijhraku, Maharku - part 3 : Mindset Shift dalam Mengubah Kebiasaan

       Pada Ramadhan selanjutnya, ia sudah lebih dewasa. Pola pikir yang cukup matang dari pengalaman bermain game selama 6 tahun ke belakangnya membuat ia berpikir dengan kritis. Beberapa pertanyaan muncul, tetapi satu yang tetap bertahan selama bulan Ramadhan itu.

       "Selama ini, aku ngikutin game yang terus aja muncul game-game baru. Ngikutin lagu secondhand serenade, ada juga yang baru. Ngikutin one piece dan conan, ada yang baru juga. Ngikutin anime nya shingeki no kyojin, ada yang baru juga. Setiap minggu atau bulan pula aku harus ngecekin situsnya buat tau apa udah keluar update-an terbaru. Kalau keluar seneng, kalau ga keluar, kecewa. Apa fitrah manusia kaya gitu ya? Bergantung pada sesuatu untuk kesenangan nya?

       Kalau iya, kenapa sih aku harus bergantung sama sesuatu yang selalu berganti-ganti, sama sesuatu yang baru. Can't I just stay liking something the way it is? Tanpa perlu sesuatu tersebut berubah, diperbaharui. Cukup menyukai satu hal saja, dengan segala fiturnya. Kalau kaya gitu kan enak, ga capek. Ga perlu ngikutin update terbaru, ga perlu ngerasa ketinggalan.

       Tapi.. permasalahannya, apa ada suatu hal yang tidak dinamis, statis, tidak mengalami perubahan, tapi sanggup untuk memenuhi kebutuhan mentalku akan kesenangan? Apakah DOTA, game yang udah cukup kompleks dan seru tanpa perlu di update? Atau musik klasik? Sesuatu yang by default sudah memiliki nilai seni yang tinggi dan semakin didengarkan akan semakin terasa beda dari setiap kali mendengarkan. Kan Beethoven udah meninggal jadi dia ga mungkin dong ngeluarin update album terbaru. Kalo ada kan ntar orang malah kaget. Hmm.."

       Itu pertanyaan yang terus berputar-putar di benaknya. Seorang anak SMA yang baru saja belajar agama lagi lewat catatan tarawihnya, yang baru mengerti makna kata takwa, sadar bahwa ada permasalahan pemikiran dalam proses perubahan hidupnya. Proses meninggalkan maksiat dalam kehidupannya ini bukan sekadar tentang meninggalkan kebiasaan atau tidak. Lebih dalam dari itu, ada konsep hidup yang ia rasa perlu ia gali lebih dalam lagi untuk benar-benar paham apa yang sebenarnya terjadi.

       Dari dunia game, ia telah banyak belajar bahwa tak ada gunanya mempunyai senjata paling bagus jika tidak bisa menggunakannya dengan baik. Atau dalam kompetisi antar manusia di game, semisal dalam mode PvP(Player versus Player), tidak ada kata orang paling dewa(jago). Selalu ada yang lebih baik. Akan muncul style yang bisa mengalahkan orang terdewa saat itu. Tidak ada yang statis pada hal-hal yang materiil. Tidak akan pernah ada yang menemukannya.

       Begitu pula dengan kehidupan ini. Ia jadi sadar bahwa ternyata banyak orang mengejar sesuatu yang tidak pernah habis. Mengejar jabatan, selalu ada yang lebih tinggi. Mengejar uang, selalu ada jumlah yang lebih besar. Mengejar perempuan cantik, selalu ada yang lebih cantik.

       Lalu.. apa? Apa yang sebenarnya ia cari, yang tidak mengalami perubahan dan statis, tetapi itu bisa mencukupi kebutuhan di dalam dirinya. Kebutuhan akan rasa senang, penghilang bosan, penenang di saat marah, penghibur di saat sedih, penjaga di saat takut. Apa?

       Pertanyaan ini adalah pertanyaan sangat besar yang ia temukan semenjak ia belajar untuk meninggalkan hal-hal dinamis untuk menjadi pemenuh hasrat kebutuhan hidupnya. Ia terus mencari dan mencari. ..

"Did you see the beauty, the essence inside this abstract? Just like life, abstract."
- - - - - - - - - - - - - -

Berlanjut di : Hijrahku, Maharku - part 3.1

source gambar : pinterest - abstract
Share:

0 komentar:

Post a Comment