Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Thursday, 20 July 2017

Ada Hati yang Harus Dijaga - Part 3


... (lanjutan)

       Sejauh ini pertanyaan yang membimbingku adalah tentang masa depan, sekarang mari kita mengubah sudut pandang sejenak. Mari bertanya, tentang masa lalu.

"Kenapa sih Allah mengirimkanmu ke Bandung, Haw?"

       Pertanyaan ini menghantuiku terutama saat aku sedang menjalani libur Ramadhan pertamaku di Bandung. Saat-saat dimana aku masih kesulitan menghadapi perasaan ketidakpantasan menjadi seorang mahasiswa ITB. Saat-saat dimana tiap kali aku melewati kolam Intel(Indonesia Tenggelam, red.) aku selalu mempertanyakan mengapa aku yang diterima di ITB, bukan orang lain. Kamu tau, pemandangan 'sungai' terusan kolam Intel yang dipagari dengan indahnya oleh pohon berjajar di sebelah kanan dan kiri yang sedang kulihat ini, bisa jadi inilah yang akan dilihat oleh mata lain seorang mahasiswa ITB dari sekolah dengan asal yang berbeda denganku. Jika dia yang masuk ke ITB dan bukan aku.
Apa yang kulihat saat itu.
       Aku masih ingat bahwa jawabanku saat itu adalah karena di Bandung ini aku bisa bertemu dengan lingkungan yang luar biasa supportif untuk bisa berkembang, belajar, dan berdakwah. Salman namanya. Dari dulu, sampai tingkat 3 akhir, basecamp ku untuk berdiskusi santai hingga serius dengan teman-teman adalah Masjid Salman. Terikku, hujanku, sedihku, ramaiku, banyak sekali yang terjadi di Salman. Tapi.. bukan hanya tentang itu. Salman juga menyimpan cerita tentang hati dan dinda.

       Dulu, sebelum memasuki SMA, berurusan dengan perempuan adalah hal yang cukup jarang bagiku. Paling bantuin temen ngusilin temen perempuan, nge-bully nyindir-nyindir lah, nge-ciye ciye-in lah, apa lah. Saat memasuki SMA, aku mulai berkenalan dengan wide range personality of a woman. Di masa itu juga aku mulai mengalami pergolakan batin dengan perempuan. Interaksi kami yang terjadi biasanya tidaklah secara fisik karena aku memiliki rasa malu yang besar untuk terlihat dekat dengan perempuan. Banyak rasa, mulai dari dinda, bahagia (jika ia disebut bahagia), menerima, memberi, sakit hati, kecewa, dan yang terpenting yang pernah kupelajari adalah : peduli (care). In the end, aku merasa bahwa pengalaman berurusan dengan perempuan di masa-masa itu bukanlah pengalaman yang begitu menyenangkan.

       Then I was accepted in ITB, Bandung. City of flowers. Kota dimana satu angkot bisa penuh sama perempuan dan kamulah satu-satunya cowok di dalam angkot (berdua sama supir sih). Can you imagine this? For me sometimes it felt like a nightmare. 
 
Back to Salman. 

       Pernah ngerasain nggak, saat-saat dimana kita sedang berusaha untuk menjaga orang lain agar tetap semangat saat kita sedang menjadi work colleague, and we say or do something personal to make them feel comfortable working with us? Things like bertanya kabar, rencana ke depan mau ngapain, apa ada masalah pribadi, berbagi hadiah, atau kita yang perlu untuk share dan memberi jawaban akan pertanyaan-pertanyaan itu.  

       Terkadang, saat kita berada di Bandung, di Salman, itu terjadi dengan perempuan. This is common. *jedeer* Biasanya, masalah muncul saat aku merasa bahwa aku telah menitipkan sesuatu kepada seseorang yang itu tidak kutitipkan kepada orang lain. Hati ini mulai tergoda oleh bisikan setan untuk 'menambah' titipan, seperti cerita permasalahan pribadi dan curahan hati kepada perempuan. Lama kelamaan, saat karena kondisi hati ini diminta untuk berhenti untuk bercerita, ia berontak. To whom should I share my stories with if we were to depart from each other?? Said my heart impatiently *padahal, ada Allah

       Aku menyebutnya, "main hati". Kadang aku perlu main hati agar bisa menjaga staf. Meski selalu kutekankan bahwa saat bertanya tentang hal-hal yang meningkatkan intimacy sebagai work partner ini biasanya kutekankan bahwa kalau ini penting untuk kerja yang kami lakukan bersama. Bahwa kalau dia tiba-tiba menghilang, itu akan menghambat kerjaan. *Sampai di sini aku memohon perlindungan pada Allah agar bisa menjaga hati agar tidak membelok rasa cinta horizontalnya menjadi lebih kuat dari yang vertikal, aamiin.*

       Lalu, saat masa perpisahan(departing times) itu tiba, saat hati sedang berontak, di saat itulah aku mulai bertanya lagi,


"Bagaimana cara menjaga hati yang telah terlalu banyak bermain hati? Hati yang sebegitu mudahnya tergantung pada hati lain sehingga ia berontak saat akan berpisah. Bagaimana?"

... (berlanjut di Ada Hati yang Harus Dijaga - part 4) 
Share:

0 komentar:

Post a Comment