Aku adalah seorang pribadi, bagian dari dunia, yang telah berubah karena mentoring. Aku telah mengikuti mentoring semenjak aku lulus SD. SD ku dulu merupakan sekolah Islam. Aku dan teman-teman ku adalah angkatan pertama, lulusan pertama, di sekolah kami. Jumlah laki-laki di kelas kami, tak lebih dari 10 orang. Wali kelas kami benar-benar memberikan perhatiannya kepada kami semua, guru-guru yang lain pun juga. Wali kelas kami ini kemudianlah, yang menginginkan untuk membuat wadah mentoring untuk kami yang masih kecil-kecil ini. Hampir tiap minggu beliau tak pernah absen untuk mengadakannya, kecuali jika ada udzur mendadak dan penting. Padahal, kami hanya anak-anak kecil. Kalau aku boleh bertanya, apa manfaat kami bagi beliau? Pertanyaan itu sepertinya harus kupertanyakan pada diriku sendiri bila aku merasa lelah menjadi mentor.
Namun begitulah, mentoring kami bertahan hingga SMA. Hingga kami bertukar mentor yang lain. Dan sekarang, anggota kelas kami tersebar kemana-mana. Tiga anak termasuk aku ke institut di Bandung, ada juga yang memilih institut di Surabaya, ada yang memilih sekolah kedinasan perpajakan, ada juga yang memilih untuk memperdalam ilmunya ke pondokan, ada juga yang langsung bekerja, bahkan dia sudah menikah.
Banyak yang wali kelasku ajarkan. Bahkan kalau aku boleh jujur, menurutku aku mungkin tidak akan bisa lolos ke ITB tanpa adanya kelompok mentoring ini. Di kelompok ini kami berbagi mimpi, ada beberapa yang bermimpi masuk STEI, ada yang memang mau masuk FTTM, begitulah, disana kami berbagi mimpi. Di sana kami bercerita tentang pemikiran-pemikiran kami yang masih kecil-kecil ini, ya terkait hal-hal sehari-hari, game PS, game GBA, dll. Lingkaran yang hampir tiap minggu merapat ini kurasa benar-benar membuatku selalu ingat akan pentingnya menimba ilmu Allah. Pentingnya memiliki teman-teman saling menjaga dari keburukan, bahkan sekecil mengucapkan kata-kata yang tak pantas sekalipun. Karena itulah yang kupercaya. Di zaman dimana kebaikan dan keburukan telah bercampur, saat batasan-batasannya telah menjadi kabur, banyak pemudi pemuda terjebak pada makna dari kata normal yang salah. Banyak yang mengira bahwa berkata-kata kotor itu normal, merokok itu normal, pacaran itu normal, bahkan sekadar melihat rambut perempuan pun, baik secara langsung ataupun lewat foto, ataupun lewat gambar animasi, itu normal. Kita hidup di dunia dimana kata normal bukan hanya telah menjadi standar ganda, tapi bahkan tiga, empat, atau lima maknanya. Alhamdulillah dari lingkaran itu aku bisa tetap mengerti mana kebaikan yang sebenarnya, yang tidak tercampur-campur.
Begitulah bagaimana mentoring mampu merubah dunia, duniaku.
Dari pengalaman itu pulalah, aku percaya, bahwa mentoring tidak hanya mampu merubah duniaku. Tapi juga dunia adik-adik mente ku, dengan hasil yang mungkin sama sekali tidak bisa kusangka-sangka. Dimana aku hanya berusaha untuk menyediakan dunia dengan standar kebaikan yang tidak tercampur dengan keburukan, hanya menyediakan nasihat-nasihat tentang kehidupan yang jauh dari niat buruk, hanya mencoba mengingatkan pada Allah dan keberadaan-Nya. Semua itu dilakukan dengan ditambah satu bumbu utama, konsisten dan rutin. Agar kata normal tak menjadi rusak terlalu lama dalam diri kami masing-masing.
0 komentar:
Post a Comment