Kemarin, 2 April 2016, adalah hari 'agak' besar bagi ITB.
Wisuda April. Momen kelulusan secara resmi, momen pertemuan (yang
mungkin) terakhir, momen apresiasi oleh massa himpunan, dan banyak yang
lain, bagi wisudawan. Dulu, aku pernah ditawarin oleh temanku untuk ikut
membantu menjadi panitia, ya lewat
oprec(open recruitmen) 'rekrutmen terbuka' biasa. Dulu karena khawatir akan jadi tidak amanah, jadinya aku menolak. Tapi pada akhirnya,
somehow aku join an dan pada hari H menjadi
Liasion Organizer/Officer
atau lebih biasa dikenal dengan LO. Tugas seorang LO adalah bertanggung
jawab untuk memenuhi segala kebutuhan tamu, atau untuk acara wisuda
ini, sang tamu adalah wisudawan/wati dan keluarga. Di bawah ini aku akan
menceritakan tentang pengalaman paling berkesan kemarin. Menyentuh.
Kenapa mau jadi LO?
Sebenarnya aku tertarik untuk ngelihat orang tua-orang tua yang datang jauh-jauh buat ngelihat anaknya kelulusan
sih.
Aku ingin membandingkan situasi kemarin dan dulu. Aku masih ingat dulu
wisuda saat aku masih TPB, aku datang ke tempat resmi acara wisudaan
nya, di Sasana Budaya Ganesha(Sabuga). Di sana aku
hunting foto-foto
menarik. Tau apa yang ku dapat? Foto seorang ibu yang sedang di luar
Sabuga menunggui sambil melihat ke arah Sabuga dengan penasaran, dan
tampak sangat penuh harap, seolah sudah tak sabar menanti tantangan dan
kesuksesan yang akan segera dihadapi anaknya pascakuliah. Ga cuman
ibu-ibu, bapak-bapak juga ga sedikit yang berekspresi gitu. Aku
somehow tergerak. Jadi
gini,
ekspresi orang tua bila melihat anaknya resmi hendak diluluskan.
Tampaknya ada banyak emosi yang tersirat, tapi yang paling tampak bisa
dilambangkan dengan satu kata, "harapan". Sayang fotonya ilang,
hapenya sih. -_-
Kemarin adalah hari yang cukup,
hmm menyenangkan ya nggak juga,
boring ya
nggak juga, lumayan menarik lah. Kemarin adalah hari pertama ku
mengenakan jaket himpunan HME ku. WOW. Ternyata ada fungsi aslinya!
Kukira buat gaya-gaya an aja #eh. Makanya dulu-dulu ga suka
dipake. Pagi-pagi nungguin orang tua dan wisudawan/wati keluar semua. Ketika orang tua sudah keluar, kami LO mengantar orang tua ke
Basecamp
untuk ditawarkan apakah ingin mengikuti acara dari HME bagi orangtua.
Karena, anak-anak nya akan arak-arakan, dilempar2i cairan cat atau sabun
lah, ada yang dipukuli pake koran pula katanya.
Well,
beda
himpunan beda tradisi. Selesainya mungkin sekitar Ashar sampai Maghrib.
Padahal acara formal dari ITB selesai sampai Dzuhur saja. Makanya,
daripada orang tua bingung hendak ke mana, ditawarkan untuk ikut acara
siang dari himpunan, tempat orang tua bisa ngaso dulu sambil nungguin
anaknya arak-arakan.
|
Yeaayy, itu abu-abu jahim! Akhirnya kupake coba, ckck |
Sekarang, masuk ke kejadian paling berkesan kemarin. Jadi, kemarin
seperti biasa, aku dan teman-teman sedang menunggu orang tua satu per
satu keluar dari ruangan Sabuga, sambil mengecek apakah yang itu atau
yang sana orang tua wisudawan/wati HME atau bukan dari bros yang
dikenakannya. Menjelang siang, ada yang berbeda, tiba-tiba ada satpam
yang keluar dari gerbang dalam sabuga itu, dan meminta untuk dibukakan
jalan pada orang-orang yang terlalu mengerumuni pintu gerbang. Aku
penasaran. Kenapa? Apa ada pejabat mau lewat? Atau kami aja yang memang
udah terlalu menutupi gerbang? Ternyata.. enggak. Di sana, di gerbang
tempat keluar orang tua, ada seorang orang tua wisudawan yang sudah
sangat berumur dan sudah beruban(read: tua). Beliau berjalan sangat
perlahan, kepala beliau miring ke kanan dan tampaknya memang tidak bisa
digerakkan. Setahuku itu pertanda
stroke, atau malah memang mungkin beliau terkena
stroke sebagian.
Masih bisa berjalan sedikit. Tapi berjalannya pun dituntun, di sisi
kiri beliau ada istri beliau memegangi tangan kirinya, dan di sisi kanan
ada anak(atau mungkin cucu) dari sang kakek, memegangi tangan kanannya,
menuntun jalan beliau, langkah demi langkah. Jalan beliau sangat
lambat, dan kondisi beliau memang bukan seperti orang tua pada umumnya
yang masih bugar, makanya satpam meminta untuk dibukakan jalan. Jujur,
aku trenyuh. Ketika melihat sang kakek, aku teringat alasanku menjadi
LO, dan aku benar-benar melihat hal itu terjadi. Semangat orang tua
untuk sekadar melihat anaknya sukses, walaupun masih di tahap lulus
kuliah. Gimana tingginya harapan sang kakek bagi anaknya. Hatiku
bener-bener tersentuh. Beliau (mungkin) dari daerah yang jauh, pada umur
yang sudah sangat tua, dengan kondisi fisik terkena
stroke sebagian,
rela datang ke wisudaan anaknya. Aku bayangkan mungkin sang kakek sudah
memiliki mimpi dulu, "Anakku harus jadi lulusan di kampus ternama. Dan
saat dia lulus, aku harus hadir di acara kelulusannya!" Atau mungkin
semacamnya. Betapa berartinya sang wisudawan, kelulusannya, bagi sang
kakek. Sangat melambangkan yang aku ingin dapatkan dari pekerjaan LO ku
hari itu. Melihat seberapa tinggi "harapan" orang tua terhadap anaknya.
Saat melihat beliau, 2 detik kemudian aku langsung membalikkan badan.
Nggak sanggup. Aku takut aku nangis di tempat.
Well, jujur
akhir-akhir ini aku memang lagi agak mudah tersentuh. Mataku
berkaca-kaca, dan mungkin udah agak merah. Aku langsung agak mundur dari
temen-temen sehimpunan. Ga mau keliatan kalo nangis.
Hari itu, 2 April 2016. Aku mendapatkan jawaban dari alasanku mengikuti
wisudaan. Dan kini aku semakin percaya bahwa memang tidak banyak yang
orang tua minta dari anaknya. Cukup agar ada yang bisa dibanggakan ke
tetangga sebelah-sebelah saat ketemu, saat arisan. Cukup dengan
membicarakan, "Anakku masuk kampus ini lhoo, anakku sekarang sudah
kerja, sekarang sudah bisa ini, bisa itu." Betapa orang tua hanya
meminta agar kita sebagai anak bisa memberikan mereka harapan. Itu aja,
udah cukup.
Terima kasih, kakek kemarin :"
0 komentar:
Post a Comment