Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Tuesday, 10 April 2018

Where Are We Going With Science, Really?

       Sore ini adalah kelas-kelas terakhir dari kelas fisika radiologiku. Ya, semester ini aku ngambil dua matkul fisika yang kurasa asik, well, sekaligus menuhin syarat kelulusan juga sih (harus udh ngambil basic science). Jadi aku ngambil fisika radiologi dan fisika modern. Masing-masing membahas tentang bagaimana perkembangan fisika dalam dunia modern sekarang. Di kelas, materi yang dibahas itu tentang terapi radiologi seperti konsep dari mesin X-Ray, Co-60, LINAC, etc. Di akhir kelas, aku yang masih ada yang bingung tentang materi pun bertanya ke bapaknya.


       Pertanyaanku sih tentang materi, tapi bapaknya menjawab.. oot (out of topic). Beliau jadi cerita tentang rasa ingin tahunya apakah bisa menggabungkan dua buah sel, seperti sel jagung dan sel padi, cerita tentang kloning manusia yang katanya udah dilakukan entah dimana tapi belum diekspos aja, dan tentang konferensi yang pernah beliau hadiri bersama seorang peraih Nobel bernama Abdus Salam dengan topik The Origin of Life 'Asal Mula Kehidupan'. Pada suatu titik bercerita, yaitu pas beliau lagi cerita tentang etika dalam pengembangan teknologi dan sains, beliau bilang,

"Kadang, saya saat baca berita-berita perkembangan sains itu jadi termenung. .. Anda, Muslim kan?"

"Iya, Pak."

"Iya, menurut saya kalau ada yang mengembangkan kloning manusia dan tidak diekspos itu kan merupakan suatu ujian tersendiri buat dia ya."

(ujian .. ga paham)

"Maksudnya, Pak?"

"Iya, dia bisa menemukan itu kan pastinya merupakan ujian, dan juga udah takdir dia."

" ... " (gak berani jawab)

"Saya itu suka termenung dengan perkembangan dunia biosistem ini. Karena, banyak yang bekerja di daerah-daerah garis."

(garis perbatasan apakah suatu eskperimen dan sains itu etis atau tidak, melangkahi Tuhan atau tidak.)

"Menurut saya, kloning manusia itu sudah nembus batas sih, Pak. Maksud saya, harusnya kan biarlah yang sudah mati ya mati dengan tenang."

"Itu .. saya tidak tahu,"

       Cuplikan obrolan ini membuatku berpikir. Apa yang diceritakan dosenku itu memang benar-benar sebuah pemikiran mutakhir. Yang berbicara adalah seorang saintis ahli di bidangnya, fisika medis dan biofisika. Ketika beliau yang sudah sepaham itu dengan fisika saja berkata bahwa beliau 'termenung'.. Aku harus gimana?

       Aku jadi bertanya, sebenarnya pengembangan sains dan teknologi yang sedang gencar kita lakukan, di kampus ITB ini salah satunya, itu kemana? Untuk apa?

       Back to theory. Dalam Islam, beruntung aku terlahir dalam Islam. Aku telah mendapatkan sebuah pedoman yang membuat aku merasa aman dan terpandu dalam menjalani kehidupan. Masih hangat materi yang diberikan oleh Ustadz Abdul Somad terkait Teknologi untuk Indonesia, di sana beliau menyampaikan,


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ 

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran: 190)

 الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran: 191)

(Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2018/01/kandungan-al-quran-surat-ali-imran-ayat.html)

       Sederhana sekali penjelasan beliau. Bahwa esensi dari menjadi seorang yang berakal (ulul albab) adalah agar di setiap posisi kita adalah selalu mengingat Allah dan berpikir tentang penciptaan alam semesta. Lalu, indikator zahir(tampak) bahwa seseorang adalah ulul albab adalah saat ia mengatakan bahwa tidak ada yang diciptakan yang sia-sia. Lalu ia sadar bahwa Allah itu Maha Suci. Dan puncaknya adalah bahwa ia meminta perlindungan dari siksa neraka.

       Jadi, ketika ada pertanyaan, where are we going with science and technology, really? Maka jawabannya adalah, agar kita dihindarkan dari siksa neraka. Berarti tauhid akidahnya selamat, ibadahnya benar, akhlaknya mulia. Bahkan, salah satu cabang iman paling akhir adalah, menyingkirkan duri/gangguan/paku di jalan agar tidak ada orang lain yang terkena dampak buruknya.

Benar-benar pedoman yang menyejukkan :)

Alhamdulillah.. Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi 'alaa diinik.

Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal." (QS. Ali Imran: 190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ "(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran: 191)

Disalin dari : http://www.bacaanmadani.com/2018/01/kandungan-al-quran-surat-ali-imran-ayat.html
Terima kasih sudah berkunjung.
Share:

0 komentar:

Post a Comment