Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Friday, 22 September 2017

“Nggak Bisa”  —  part 1 : Asumsi dan Idealisme

       "Idealisme." Saat kamu punya idealisme, secara tidak langsung kamu akan mempertahankan keberadaan idealisme itu. Dimulai dari diri sendiri, lalu mungkin kamu akan mencoba untuk beranggapan bahwa dunia di sekitarmu juga akan bisa menerima idealisme-mu, sesuatu yang kamu anggap ideal dan seharusnya, tersebut. 

       "Asumsi." Banyaknya hal yang tidak kita ketahui seringkali membuat kita mulai untuk berasumsi. Asumsi muncul untuk menjawab kebutuhan dan keinginan kita agar sesuatu itu seperti harapan. Itulah sebabnya asumsi seringkali sangat subjektif dan jauh dari kenyataan. 

       Asumsi memiliki hubungan dekat dengan subjektifitas, yang berhubungan dengan idealisme seseorang. Idealisme membantu membentuk kerangka berpikir seseorang dalam memandang sesuatu. Ia berkaitan erat dengan nilai, apa yang kita anggap benar ataupun indah. Maka saat kita menilai sesuatu secara subjektif, kita akan melakukan sebuah perbandingan antara apa yang ada dengan nilai-nilai yang kita miliki. Apa yang kita anggap ideal.

       Asumsi sendiri adalah suatu proses menilai sesuatu yang tidak kita ketahui, memberikan sebuah ‘kondisi awal’ yang kemudian akan diiterasikan dan diperbaiki setiap kali ia menghadapi kenyataan. Kita berasumsi bahwa orang lain itu bisa menerima idealisme kita dan mereka akan menerapkan idealisme kita,

       Asumsi bahwa orang lain itu shalatnya tepat waktu, orang lain itu masih shalat isya’ lah kalau semisal udah pulang dari acara malem, orang lain itu masih beragama, orang lain itu masih percaya Tuhan. 

       Asumsi-asumsi ini kita buat sebagai bentuk melindungi diri kita sendiri dari ketidakidealan kenyataan. Karena jika sesuatu menjadi sangat jauh dari ideal, maka sesuatu dalam diri kita akan merasa tidak nyaman, berontak, atau bahkan hancur. Keberadaan asumsi ini akan membantu membuat kita merasa nyaman dan ‘tidak hancur’ ataupun kecewa saat kita tidak mengetahui kenyataan. 

       Kesadaran akan hal-hal tersebut telah membuat aku bisa melihat secara lebih jelas kejadian-kejadian terkait hal ini dalam diri sendiri, maupun orang lain. Hal ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi seseorang yang berusaha untuk menjadi seorang idealist but realistic person, termasuk aku.

"Is it possible to become a person like that? How’s that possible?"

.. continued in “Nggak Bisa”  —  part 2
Share:

0 komentar:

Post a Comment