Bagian ini adalah bagian yang (almost) terlupakan. Bagian untuk menjawab sebuah pertanyaan,
"Hati siapa yang harus dijaga, Haw?"
Aku sudah pernah terpikir tentang pertanyaan ini sejak jauh-jauh hari. Sejak tulisan tentang perceraian kukisahkan, aku sudah terpikir untuk berhati-hati dalam menjaga hati. Eh, lagi-lagi, kemarin diingetin umi tentang kondisi anak muda yang suka pacaran jaman sekarang. Putus, yang satu pacaran lagi, eh ternyata mantannya gagal move on. Sampe yang satu nikah juga masih aja si gagal move on ini kepikiran, kan sakit yak rasanya. Mending kalau dipendem, yang sulit kalau jadi ngegangguin hubungan mereka, curi-curi kesempatan waktu rumah tangga mereka lagi retak misalnya. Hmm.
Dari sekilas cerita itu tentu ada di antara kalian yang bisa menduga, hati siapa yang harus dijaga.
Atau.. belum cukup jelas?
Baiklah, akan kujelaskan. Sedikit mengutip kembali dari tulisan tentang perceraian tadi,
"We are the people who think that marriage is much better than having a
temporary boyfriend or girlfriend. It gives us more time to chat with
friends, it doesn't distract us from our top priority mission which is
studying, it removes a whole lot probability of problems which may arise
by having one, or maybe like me, it makes me appreciate my future wife
even more. I need someone who put being with me in her priority, so
the one thing I should never do is to hurt her intentionally(regardless
of the traits or qualities that she has). Especially, comparing her
with another woman, particularly, a woman from my past, or even
worse(imaginary women, or pixelated women, if you know what I mean)."
Yak, kukira di situ sudah cukup jelas disebutkan. Bahwa satu hati, selain hati ortu tentunya, satu hati yang harus kujaga untuk masa depan nanti dan harus kumulai dari sekarang adalah hati-nya. Hati dia yang akan menjadi pendampingku, yang akan mengikat dengan perjanjian yang agung, yang akan diserang badai bahtera rumah tangga bersama, yang akan paling mengerti masa lalu, kini, dan masa depanku. Dia yang berusaha menjaga hatinya demi menjaga hati calon pendampingnya juga di masa depan. Seperti aku.
Sederhana saja, jangan sampai aku membuat hati-mu berkompetisi dengan hati lain, nama lain, baik di masa lalu maupun di masa itu. Aku (berdo'a -- karena ini teramat sangat berat, dan aku sangat yakin aku bukanlah manusia yang sempurna) agar hati ini terkunci dengan baik dan hanya benar-benar terbuka saat ia bertemu dengan kuncinya yang sempurna. Yang berani mengikat perjanjian suci sehidup semati.
Yakinlah kawanku, rasanya sakit saat engkau memberikan hatimu kepada seseorang, tetapi ia tak menganggapmu melakukannya. Makan tak sedap, tidur tak tenang, well itu jika cintamu kepada sesama manusia terlalu berlebihan sih. Tapi, yakinlah bahwa setiap kebaikan pasti akan dibalas dengan kebaikan. Saat kamu menyimpan hatimu untuk hati dia yang akan bertemu di ujung perjalanan kesabaran ini, ia akan menjadi kunci yang secara sempurna membuka hatimu. *Click* Kelegaan luar biasa akan menjalarimu, seolah kamu adalah musafir kehausan yang dengan setetes air saja sudah seperti merasa berada di tengah derasnya guyuran air terjun. Kenapa? Karena kalian cocok, satu sama lain, dalam semua aspek.
Maka dari itu, kembali lagi, kepada para penjaga hati di jalan kesabaran. Saya meminta do'a, sekaligus mengajak kalian untuk becermin lagi. Perhatikan hatimu, satukan dulu cintamu hanya kepada Sang Pencipta Cinta, yang dengan itu ia akan menyatukan hatimu dengan hati yang terbaik. Aamiin.
0 komentar:
Post a Comment