Kadang, rasa mendindakan dalam diriku suka memuncak. Apa hasilnya?
Writings.
Prayers, silent prayers.
Sebagai seseorang yang menulis untuk menyimpan rasa, cinta ataupun dinda adalah salah satu rasa yang paling sulit untuk bisa kutahan. Tangan langsung tergerak untuk memegang bulpen, atau menyalakan laptop.
Pernah, suatu ketika aku baru saja bertemu dengan salah seseorang yang kudindakan. Ya emang adanya waktu itu lagi ga jaga pandangan si yak -..-". Jadi kepikiran. Terus aku buat tulisan tentang dinda. Which is, of course, is dangerous.
Aku pernah membayangkan setelah membuat tipe-tipe postingan seperti itu, aku berada dalam posisi menjadi seseorang yang mendindakan diriku sendiri. Jadi, semacam memposisikan diri sebagai seseorang yang mendindai seseorang. Lalu, seseorang ini tiba-tiba ngeluarin postingan baper. Well, ada dua opsi. Antara hatiku akan hancur karena sadar bahwa itu udah pasti bukan aku, atau yang lebih bahaya lagi, aku jadi deg-degan ga jelas karena jangan-jangan itu aku. Which, to me, both of them are just as dangerous. Dua-duanya membuatku berada pada mental state ga stabil dan jadi kepikiran.
Aku sih jelas ga seneng ya berada pada posisi itu. Ikut kebawa-bawa baper ga jelas. Padahal, tujuan hidup itu udah jelas gitu. Kenapa, cuman karena satu orang yang masih gak jelas di masa depannya akan jadi siapaku, aku harus mengorbankan fokus dan perasaanku untuk dia?
Jujur aku sih masih holding the believes bahwa cinta terbaik dikirimkan oleh seseorang lewat do'a. Cinta kepada orangtua, kepada teman-teman yang tampaknya kesulitan menjalani perkuliahan, cinta kepada teman-teman terdekat, it all took the best form in silence, doing something for their well-being without them knowing.
Ah, tulisan ini sekadar pengingat. Karena pernah ada temenku juga yang baper dan dia bikin tulisan tentang rasa sukanya sama seseorang. Dia nanya ke aku pandanganku gimana. Jawabanku jelas, jangan menebar fitnah. Capek jadi orang yang ngebaca itu.
Balik lagi, fashabrun jamiil. Sesungguhnya kesabaran itu indah, ya?
P.S. : Belajar mencintai diri sendiri sebelum mencintai orang lain, juga belajar mencintai yang Maha Mencintai.
0 komentar:
Post a Comment