Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Monday 28 October 2019

Perempuan Seperti Apa yang Kau Cari? Part 2 : Mencari Diri Sendiri

       Dalam kelas Bahasa Jepang yang sedang kuikuti sekarang-sekarang ini, sebagai persiapan kerja, aku belajar banyak hal tentang kehidupan, tentang orang Jepang, dan terkadang, tentang diri sendiri. Di dalam buku paket Bahasa Jepang yang digunakan, ada berbagai macam soal dan pertanyaan-pertanyaan keseharian, dan terkadang ada hal-hal menarik. Seperti, kalau ada uang tabungan, memangnya apa yang paling ingin dilakukan? Sampai sekarang, hadiah dari siapa yang paling dijaga sampe sekarang? Kalau anak pengen ngelakuin apa pun apa bakal dibolehkan? Dan yang ngga kalah menarik, tolong definisikan kepribadian diri sendiri dan kepribadian pasangan yang diinginkan!

       Well, pertanyaan-pertanyaan itu awalnya kedengeran sederhana, tapi begitu udah mulai dipikir tuh, kayak sampai 10 menit juga kadang belum dapet jawabannya. Ya, kalau jawaban normatif sih ada, tapi biasanya bukan jawaban sebenernya. Kalau mau dapet jawaban sebenernya, mesti dipikir lebih dalem lagi. Salah satu pertanyaan yang begitu akhirnya berhasil kutentukan aku merasa dapet banyak tenaga dan semangat baru dalam hidup adalah pertanyaan yang paling terakhir.

       Akhir-akhir ini, aku beberapa kali terpikir tentang calon pasangan yang kuinginkan. Dan makin lama dipikir dan dirunut, rasanya tetap saja bagaimanapun kriteria yang kutentukan, rasanya tidak akan pernah terasa cukup aman untuk dipilih sebagai seseorang untuk dinikahi. Masih tetap ada kekhawatiran apakah yakin kriteria ini sudah merupakan yang terbaik buatku? Gimana kalau dia berubah nantinya? Apakah aku pantes buat orang sebaik ini? Dst.

       Dan aku pun mengubah sudut pandangku. Aku inget dulu waktu suka main game online bahwa pasangan idealku adalah pasangan yang dalam kondisi apapun kami bisa saling melindungi dari serangan dunia luar. Punggung bertemu punggung, bersama menghadapi segala serangan luar. Yang pada makna lainnya adalah bahwa kami saling melindungi, mungkin melengkapi juga. Di titik mana aku lemah, di sana dia akan ada untuk membantu. Hingga pada akhirnya ini semua kembali kepada aku sendiri lemah dimana? Aku sendiri orang yang seperti apa? Dan tidak hanya berhenti disitu, alhamdulillahnya waktu sedang merunut kepribadian masing-masing dan menerjemahkannya ke dalam Bahasa Jepang, aku mencoba mengambil jalan lain. Aku menambahkan slot kepribadian ketiga yang kuberi judul, Kepribadian di Masa Depan yang Diinginkan.

       Di sana, pertama kalinya (mungkin) aku membayangkan benar-benar bagaimana aku nantinya di masa depan. Akan jadi orang seperti apa? Karena seperti halnya juga dengan sebuah target pekerjaan atau karir besar yang bisa diturunkan menjadi sub-target yang lebih mudah dicapai, target kepribadian pun juga bisa diturunkan menjadi kepingan kepribadian lebih kecil yang lebih mudah untuk dicapai secara bertahap. Selain itu, mungkin saat ini aku memiliki beberapa kelemahan yang aku kurang merasa nyaman dengan diriku sendiri, tapi dengan memiliki rencana kepribadian jangka panjang, aku jadi lebih terorientasi pada bagaimana mengubah kelemahan itu menjadi seperti yang kuinginkan di masa depan, daripada kepikiran terus kenapa aku 'terlahir' dengan sifat itu. Karena kepribadian itu bukan sesuatu yang permanen. Dan hanya berpikir tanpa melakukan apapun tidak akan membantu banyak.

       Dalam pernikahan, kedua belah pihak perlu untuk saling mengenali kepribadian satu sama lain. Di satu sisi, hanya mengetahui kepribadian dari calon pasangan di saat ini terkadang bisa membuat kita menjadi seolah mudah ragu dan memilih untuk mundur. Sepertinya penilaian kita sudah penilaian terbaik. Tapi, sadarkah bahwa kondisi seseorang pada suatu waktu belum tentu berarti itu adalah kondisi final (steady state) yang tidak ingin diubah olehnya? Bisa jadi dia di masa depan memiliki impian ingin menjadi orang yang seperti A, bisa melakukan B, dan sebagainya. Mungkin jika kita mencoba bertanya tentang itu, dan mencoba mencari lebih dalam lagi apa usaha yang sudah dilakukan untuk mencapai hal-hal tersebut, hati kita akan menjadi lebih lapang dan bisa menerimanya. Mampu melihat dia secara lebih utuh, dan bisa mendukung apa yang ingin dia capai di masa depannya, termasuk mengingatkannya ketika ia melenceng dari 'kesepakatan' yang telah dia buat dengan dirinya dan telah dia sampaikan pada kita untuk meyakinkan kita bahwa dia adalah yang terbaik untuk kita. Mungkin, dengan begitu akan lebih mudah.

       Dan aku merasa bersyukur karena telah menjawab kepada diriku sendiri bahwa di masa depanku aku ingin menjadi orang seperti apa. Mungkin masih jauh. Mungkin sekarang masih banyak hal yang terasa aneh, mustahil untuk diubah, sangat tidak menyenangkan, mungkin orang lain akan menganggapnya sebagai sesuatu yang membosankan, tapi karena aku sudah terbayang di masa depan aku nanti akan jadi seperti apa, rasa puas itu pun muncul saja. Bahwa aku yang nanti bukanlah yang sekarang. Hidup terus mengalir, jalan bisa berubah, sifat pun bukanlah hal yang saklek. Perubahan tentu tak mudah, tapi dengan sadar diri membuat catatan-catatan apa yang ingin diubah dalam diri dalam seminggu, sebulan, setahun, 5 tahun, dst. Dan menurunkannya kepada target-target kecil yang akan membantu mencapai itu, akhirnya hidup terasa lebih mudah untuk dijalani. Alhamdulillah.

Ya Allah, tunjukilah hamba-Mu ini kepribadian yang Engkau ridhoi, dan bantulah hamba untuk mencapai kepribadian tersebut. Aamiin.
Share:

0 komentar:

Post a Comment