Aku bersyukur aku pernah belajar tentang kreativitas dari sebuah lembaga pelatihan kreativitas yang kek lagi promo di SMA-ku di Surabaya. Sayangnya, aku lupa nama lembaganya apa, padahal dia udah ngebantu mengubah hidupku banget dengan mengajarkan konsep kreativitas. Well, aku sendiri pernah menggunakan metode yang mereka gunakan pada sebuah seminar desain untuk memahamkan kepada para peserta bahwa kita jangan terkaburkan oleh definisi dari kreativitas di pasaran. Bahwa kreatif itu idenya gak dipikirkan oleh orang lain sama sekali, kreatif itu artistik, kreatif itu bisa memecahkan semua masalah. Bukan, boy. Yang kupelajari, menjadi kreatif itu berarti menjadi orisinal.
Sekarang, apa maksudnya kata-kata tersebut?
Ya, dalam kelas pelatihan kreativitas waktu itu, peserta yang mendapatkan hadiah adalah mereka yang memilih menggambar sesuatu yang menurut mereka itu pengen mereka gambar, lalu gak ada peserta lain di seminar yang menggambar ide itu. Makin sedikit yang memiliki ide itu, berarti dia makin orisinal, bener-bener ide dia gitu loh. Dipikir, tapi gak mengikuti arus pemikiran pasaran atau orang-orang pada umumnya.
Dari kelas itu aku sangat mendapatkan pelajaran tentang bahwa kamu dengan ide mu itu sesuatu yang luar biasa. Bukan sebuah kebutuhan untuk mencoba menggunakan cara kreatif orang lain, atau mencoba ide yang mirip dengan ide orang lain agar bisa jadi kreatif. Itu malah melenceng dari makna kreatif itu sendiri. Kreatif adalah sebuah jalan yang kamu tempuh untuk mengekspresikan dirimu sendiri, dan kamu mengambil jalan itu sendiri tanpa berpikir apakah orang lain akan ada yang mengikuti jalan ini atau tidak. Kan kadang kita berpikir gini,
Wah, kenapa ya di jalan ini aku yang paling depan? Di depanku gak ada siapa-siapa, jangan-jangan aku salah jalan lagi.
Santai, mabro. Memang pada dasarnya jalan kreatif adalah jalan yang kita rakit, kita pahat, kita sketsakan dengan cara kita sendiri. There’s no quick simple creative way for you that’s made from someone else’s creative way, it just doesn’t work like that. Your creative path is yours to walk into, and yours to pave the path. Kamu sendiri yang bikin jalan itu, dan kamu yang melewatinya.
Tapi, memang, aku kadang terpikir dengan sedikit gelisah. Tentang kreativitas, diri atau gagasan-gagasan yang seperti salah zaman. Inget aja contohnya tentang galileo, beride tentang alam semesta dan berujung dipenjarakan. Atau Einstein dan e sama dengan emse kuadrat-nya. Atau Rasulullah ketika bermimpi bahwa Islam akan menaklukkan Persia dan Roma, dan Konstantinopel. Sebuah pandangan-pandangan yang unik, orisinal, tidak pernah terpikirkan oleh orang lain sebelumnya, tapi hampir tidak ada orang yang paham. Seriously. Gak ada yang bisa memahami semua pernyataan mereka-mereka itu, setidaknya saat itu. Tapi gagasan-gagasan itu baru mulai terbukakan jalannya setelah beliau-beliau itu wafat. Penerusnya mulai terstimulus dengan ide tersebut, mulai menelusuri bagaimana membuat gagasan tersebut menjadi kenyataan, dan berpegang teguh percaya sampai mati bahwa suatu saat gagasan itu akan menjadi kenyataan, atau gagal sama sekali. But, it doesn’t matter. Gagasan itu mungkin tidak sepenuhnya logis, realistis, mudah untuk dijadikan kenyataan, tapi gagasan itu memberikan arti pada kehidupan setidaknya seseorang, dua orang, hingga jutaan manusia. Seperti mungkin Elon Musk sekarang? Eh, lagi skandal ya, yang kemarin-kemarin deh. Gagasan untuk membuat perumahan di Mars. Coba liat disini deh,
https://www.youtube.com/watch?v=b0ldMakvcyw
Oke, tapi aku gak cuman akan bahas tentang gagasan kreatif yang bisa bertahan. Tapi, juga tentang diri kreatif dengan segala fisik ataupun non-fisiknya. Cuman, mungkin akan berlanjut di part 2 yaa, udah terlanjur terdistraksi hehe :D
0 komentar:
Post a Comment