Selamat datang di blog seorang pribadi pembelajar :) Namaku Hawari, namamu siapa?

Sunday 8 July 2018

Ramadhan Perubahan - Edisi 2 : Ricky Elson

       Orang kedua yang akan menjadi topik pembahasan dalam edisi Ramadhan bersemangat beda, Ramadhan Perubahan, kali ini adalah Bung Ricky. Orang luar biasa yang telah menggemparkan Indonesia setelah kepulangannya dari Jepang ini mulai membuat gagasan-gagasan gila paska kepulangannya. Gagasan-gagasan seperti mobil listrik yang desainnya kece badai (baca: keren banget nget nget), atau kincir anginnya yang telah terpasang di berbagai bagian dari negara ini. Dalam usianya yang belum sampai 40 tahun, beliau sudah memiliki hingga 14 paten serta mendirikan sebuah pusat riset bernama Lentera Angin Nusantara(LAN). Saking kerennya, beliau sendiri memiliki gelar tersendiri, Putra Petir. Luar biasa.

       Suatu kebetulan yang telah diatur oleh Allah bahwa aku sendiri pernah mengikuti acara yang diisi oleh beliau. Pertama, ketika Ramadhan tahun lalu. Sore hari itu Bung Ricky akan menjadi pengisi dalam kajian sore Inspirasi Ramadhan(Irama)di Masjid Salman ITB. Kami panitia sangat beruntung sekali karena beliau menyempatkan untuk mengisi sebuah acara khusus untuk panitia sebelum ashar sekitar satu jam. Di sana, beliau bercerita tentang bagaimana dulunya beliau adalah anak yang sangat bengal. Setelah itu, kami bertanya tentang banyak hal, salah satunya tentang ide mobil listrik nya yang diserang dan tidak diakui. Masih ada satu pertanyaan teman yang saya ingat terkait membuat perubahan,

Bung Ricky : "Mobil buatan saya gagal dalam serangkaian tes kelayakan produksi. Letak kegagalannya adalah di dalam tes emisi."

Temenku : "Bang, saya tidak mengerti, bukannya mobil listrik tidak memiliki emisi sama sekali karena bahan bakarnya yang berasal dari listrik?"

Bung Ricky : "Itu.. wallahu a'lam."

       Di titik itu saya pengen ketawa, wkwkkw. Sebegitunya ya Indonesia dalam tidak mendukung berkembangnya industri dan inovasi teknologi oleh anak bangsa. Saat itu saya lebih dari sekadar tergelitik untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di dunia riset dan teknologi Indonesia. Yang saya tahu, kasus ini tidak hanya terjadi sekali, tapi sudah beberapa kali. Dengan tokoh yang berbeda-beda. Mulai dari Ricky Elson dengan mobil listriknya, Pak Warsito Taruno dengan teknologi pembunuh kankernya, serta cerita tentang seorang yang mengembangkan sebuah desa dengan menggunakan pembangkit listrik sederhana dari algae(ini saya dengar dari teman saja), tapi kemudian begitu Pemerintah masuk ke desa tersebut, Pemerintah memerintah untuk mengakuisisi usahanya. Semua berakhir dengan berhentinya usaha mereka untuk mengembangkan apa yang mereka temukan di Indonesia.

       Sekitar semester lalu, ada sebuah acara di Depok yang diselenggarakan oleh Rumah Kepemimpinan (RK) dengan menghadirkan Bung Ricky Elson sebagai pembicara. Karena tidak ingin ketinggalan kesempatan luar biasa untuk bisa mengembangkan dorongan berkarya, aku langsung mencari tiket untuk bisa berangkat ke Depok. Alhamdulillah-nya, walaupun berangkat di pagi hari seminar itu, tetapi ternyata nggak terlalu terlambat materinya. Di sana, Bung Ricky bercerita tentang bagaimana sekarang beliau sudah mendapatkan sebuah ilham untuk mendirikan pesantren engineer di Ciheras. Tawaran untuk kembali ke Jepang saat itu sebenarnya ada, tetapi beliau lebih memilih untuk tetap berada di Indonesia. Menetap mendirikan sebuah tempat dimana para engineer bisa belajar untuk membangun negeri. Di sana, 'santri' harus bisa mencari uang sendiri dengan berjualan lele dan lain-lain, di sana juga ada proses belajar rumus-rumus sulit terkait perancangan pembangkit tenaga angin, teknologi yang keren.

       Di akhir materi, beliau menutup dengan sebuah pernyataan. Bahwa kita boleh ingin membuat perubahan di Indonesia ini. Banyak yang ingin. Tapi, banyak juga yang patah semangat. Jauh-jauh belajar ke luar negeri, pulang hanya untuk mendapati bahwa apa yang dipelajari dengan penuh perjuangan ternyata tidak terpakai. Ujung-ujungnya jadi handle bagian administrasi, ada juga yang jadi usaha kebun sawit, atau kerjaan-kerjaan sepertinya. Mereka hanya bisa mendapati kenyataan, sambil sebagiannya merutuki kondisi Indonesia. Kata beliau,

"Sudah, nggak usah menyalahkan kondisi. Kalau mau bikin perubahan di Indonesia, memang gak bisa kita mengandalkan Pemerintah. Jangan berharap duit, atau dukungan."

       Sungguh, sebuah pernyataan dari seseorang yang bukan hanya sudah belajar, tapi juga menerapkan ilmunya lewat belasan paten yang dimilikinya. Lebih dari sekadar menarik. Bahwa ternyata seseorang dengan paten sebanyak itu pun masih harus berjuang tanpa mendapatkan dukungan dari Pemerintah.


Gimana dengan kita?

       Gimana mau mikirin mengubah negeri. Waktu masih dibuang-buang. Fokus belum jelas. Kalau ditanya di masa depan mau bikin paten, masih ga kebayang bahkan di bidang apa. Trus punya mimpi, suatu saat nanti, saat atau setelah sesuatu terjadi, kita akan membuat suatu perubahan. Padahal, mengubah diri aja mungkin masih belum serius, masih butuh ditemenin, masih butuh diingetin, masih butuh support atau iming-iming.

       Gimana ya, kalau sudah mau bangun negeri? Apa bisa ga dapet support dana dan pengakuan dari Pemerintah? Padahal, ngurus birokrasi ke Pemerintah. Dan ini berarti segalanya. Mulai dari bangun perusahaan, sampai ke pemasaran pengiklanan, pengakuan masyarakat, dll.

Gimana ya?

       Harus banyak belajar. Banyak mempersiapkan diri, meningkatkan kapasitas. Bangun relasi. Pinter-pinter cari jalan keluar seperti cari jarum di tengah tumpukan jerami. Harus banyak belajar dari Bung Ricky.

sumber : https://www.dompetdhuafa.org/post/detail/1310/ricky-elson--tenaga-angin--mobil-listrik--dan-nasionalime

- Tulisan lama Ramadhan tingkat 6
Share:

0 komentar:

Post a Comment